Sepertinya
julukan ini tidak asing bagi kita. Julukan penjilat diberikan kepada orang yang suka bermanis-manis di depan orang yang lebih
berkuasa dalam jabatan maupun kekayaan dengan tujuan mendapatkan keuntungan
pribadi yang lebih dibandingkan pesaing lainnya. Julukan ini
sangat sering diucapkan di lingkungan pekerjaan. Mengenai alasan pemberian julukan itu
beragam. Ada yang karena memang orang itu melakukan usaha-usaha kotor untuk
mendapatkan posisi yang lebih baik. Yang seringkali terjadi, karena kita iri
melihat keberhasilan orang lain yang sepertinya terlalu baik untuk menjadi
kenyataan. Apapun itu, julukan penjilat diberikan pada orang yang benar-benar
tidak kita sukai.
Tidak
ada seorang pun yang menyukai para penjilat. Siapa juga yang suka berada di
antara orang-orang yang sikapnya dibuat-buat demi memperlihatkan kesan baik di
hadapan orang yang dijilat? Siapa juga yang suka berteman dengan orang yang
suka memberikan laporan jelek orang lain demi memperoleh keuntungan pribadi?
Dengan orang semacam ini, kita akan cenderung sangat berhati-hati dalam
bertindak. Salah-salah, si penjilat akan melaporkan kita ke atasan dan lebih buruk lagi, dia sendiri akhirnya menjadi atasan kita.
Di dalam
metromini menuju rumah, saya berpikir ulang tentang julukan ini. Saat
memikirkan kata penjilat, di benak saya terbayang cepat wajah-wajah orang yang
saya kira pantas mendapatkan julukan itu. Saya sendiri tidak ada masalah
pribadi yang serius dengan orang-orang itu, sebetulnya. Hanya saja, dari tingkah
laku mereka terlihat jelas dari ciri-ciri manusia penjilat. Cukup sampai di situ saja.
Namun tahu tidak
kalau sebenarnya kata worship (penyembahan)
yang berasal dari kata dalam bahasa Yunani proskuneo itu berarti penjilat. Seekor anjing yang
menjilati tangan tuannya. Apa yang dilakukan seekor anjing saat menjilati tangan tuannya? Ia menundukkan dirinya sedemikian rupa, tidak ada perlawanan sedikit
pun, sampai-sampai jika sang tuan ingin mencekik atau mencelakakan anjing itu, sangat mudah
dilakukan dengan posisi seperti itu. Si anjing hanya punya satu tujuan,
mendapatkan kasih dari tuannya.
Worship yang
sering digunakan di gereja, worship leader (pemimpin pujian), true worshipper (penyembah sejati), itu
sebenarnya kegiatan ‘menjilati’ tangan Tuan kita, Allah Bapa di surga. Terlalu sering
kita tidak menjadikan diri kita penjilat di hadapan Tuhan. Kita tidak mau
repot-repot mencari cara untuk menyenangkan Tuhan. Kita sudah cukup puas dengan
kebutuhan yang terpenuhi, diri yang bersih dari kotoran, melakukan rutinitas
keagamaan. Jadi sebetulnya, kalau mau jujur, jika kita ‘menjilati’ Tuan kita,
maka kita tidak melakukan worship.
Jadi, ada juga
yang bisa dipelajari dari seorang penjilat. Mereka melakukan apapun agar
dilihat oleh tuannya, sehingga tidak ingin melakukan kesalahan sedikit pun.
Mereka memikirkan cara-cara kreatif untuk mendapatkan perhatian dari tuannya.
Mereka mengambil resiko dijauhi oleh orang lain demi menyenangkan tuannya.
Mereka tahu apa yang mereka mau dan melakukan tindakan nyata agar disukai oleh
tuannya.
Sebagai seorang
Kristen, kita juga harus menjadi penjilat dengan tujuan menyenangkan hati tuan
yang sudah lebih dahulu mengasihi kita. Janganlah kita terlena dengan segala
kenyamanan yang telah kita terima karena kebaikan Tuhan. Justru itu semua
haruslah memacu kita untuk mencari tahu kesenangan Tuan kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan
(iman) yang diwajibkan bagi kita, memikul salib, berusaha hidup damai dengan
semua orang, mengejar kekudusan, jangan cabul – memiliki nafsu yang rendah
seperti Esau (Ibrani 12).
No comments:
Post a Comment