Kala itu, bangsa Israel sudah muak dengan manna, makanan dari surga yang diberikan Tuhan selama perjalanan mereka ke tanah perjanjian. Tubuh mereka sangat sehat dengan mengkonsumsi makanan itu, terbukti mereka bisa berjalan dalam jarak yang sangat jauh. Rasanya pun manis, hanya saja kangen masa lalu lebih menggoda. Mereka teringat mentimun, semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih yang mewakili kenikmatan duniawi. Betapa enak makanan itu setelah hari yang penuh kerja berat mereka lalui. Pekerjaan berat ini disertai dengan takut dan cemas jika mereka tidak memenuhi tuntutan dari penguasa mereka. Kenikmatan sejenak ini ternyata sangat membekas di benak mereka. Mereka lupa bahwa kenikmatan itu mereka dapatkan dalam kondisi terjajah, menjadi budak, di negeri asing, bukan di tanah mereka sendiri.
Mungkin mereka merasa bosan dengan manna, sesuatu yang baik dari Bapa di surga, makanan itu itu lagi. Seorang supir grab mengomentari pernyataan saya mengenai hidup sebaiknya lurus-lurus saja, mengatakan bahwa hidup seperti itu tidak berwarna, membosankan. Tapi sebetulnya itu ilusi. Masa lalu penuh dosa menyisakan kenangan 'manis' yang entah mengapa menghilangkan semua perasaan tersiksa setelah melakukannya. Inilah jebakan si jahat yang berusaha mendapatkan yang pernah menjadi miliknya.
Sebagai orang percaya, kita perlu mewaspadai sekecil apa pun kecenderungan hati dan pikiran untuk merasa kangen terhadap masa lalu. Ketika Kristus telah menebus kita, diri ini menjadi abdi-Nya, Dia yang sekarang merajai kita. Ia memerintah dengan kelemahlembutan, berbeda dengan ketika bangsa Israel di bawah perbudakan Firaun. Namun, Ia juga Allah yang pecemburu. Ia mengingini milik-Nya seutuhnya. Jadi, berhati-hatilah dengan kangen masa lalu kita.
No comments:
Post a Comment