Monday, September 23, 2024

Tidak Mau Tahu

Kami cenderung mendiskusikan hal-hal penting secara acak. Seperti pagi ini, saya dan rekan kerja sekaligus bestie membicarakan tentang space dust. Artikel menarik ini ditemukan oleh teman saya ketika sedang mempersiapkan diri mengikuti tes CEPT untuk guru bahasa Inggris. Di saat yang sama, saya sedang menguji coba moodle course untuk materi library time. Jadi, saat itu kami sedang sama-sama terdiam, memusatkan perhatian pada tampilan di depan mata. 

Tiba-tiba teman saya bersuara, "Eh, tau gak di artikel ini disebutkan bahwa sebenarnya tiap saat bumi kita dihujani oleh micrometeorite yang mengandung molekul air dan organik kompleks. Seorang musisi jazz Norwegia menjadi sangat tertarik dengan penemuan ini dan mulai mencarinya. Tetapi sayangnya, oleh debu-debu sampah yang dihasilkan dari kehidupan di bumi, micrometeorite ini tertimbun dan hampir mustahil menemukannya, kecuali di daerah Antartika!" ujar teman saya, sambil menatap wajah saya, menangkap ekspresi yang saya perlihatkan dari fakta ini. "Wow, itu seperti manna dari surga! Ternyata Tuhan masih mencurahkan manna dari atas yang tidak kita sadari," ujar saya. Kami berdua bergantian menyatakan kekaguman kepada Tuhan atas hal baru yang kami dapat dari buku itu. 

"Tetapi mengapa yang tertarik justru seorang musisi ya? Apakah musisi itu ternyata peneliti yang sedang menyamar?" kelakar saya. Teman saya menjawab, "Eh, ada seorang filsuf muda yang bilang begini, bahwa akan ada masanya satu generasi muda yang lahir tidak ada lagi keinginan untuk mencari tahu, karena merasa pengetahuan didapat dengan mudah melalui teknologi." Kami terdiam. Saya menyeletuk, "Bagaimana dengan sekolah? Apakah sekolah akan ditutup?" Teman saya menjawab, "Ya, bisa saja. Kamu bisa tidak membayangkan satu hari tidak ada orang lagi yang merasa mencari tahu itu tidak penting?" Terus terang saya dari Generasi X yang merasakan perubahan zaman bisa 'melihat' ini. "Mengerikan!" komentar teman saya. Benar, ini sesuatu yang mengerikan.

Seperti yang sudah-sudah, pembicaraan kami yang acak tetapi dalam harus terhenti karena jadwal mengajar kami. Rekap saja, tidak mau tahu itu mengerikan. Ketika manusia berhenti tertarik mencari pengetahuan/hikmat, itu kematian peradaban manusia.

Wednesday, May 15, 2024

Guilt and Shame

Ada perkataan bijak berbunyi seperti ini, "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" Kebenaran dari perkataan ini selalu relate di setiap zaman. Pada banyak kasus, mereka yang menyangka dirinya sangat teguh, justru yang pada akhirnya jatuh. Saya merasa sayalah salah satu dari mereka itu. Kejatuhannya tidak pada taraf yang ekstrim, tetapi akibatnya sangat mengganggu dan hampir putus asa. Di dalam hati ada gemuruh, tetapi di luar harus terlihat profesional dan tenang. 

Saya dihinggapi guilt and shame. Sebelumnya, saya hanya merasakan kedua emosi ini secara terpisah. Guilt atau perasaan bersalah terjadi karena saya melakukan sesuatu atau mengeluarkan perkataan yang salah, dan biasanya saya minta maaf atau memperbaiki perilaku. Shame atau rasa malu pernah saya rasakan ketika tindakan atau pikiran saya tidak selaras dengan identitas saya. Biasanya, perasaan itu akan hilang seiring berjalannya waktu. Kali ini berbeda, saya merasakan keduanya di saat yang sama, dan sekali lagi saya katakan, itu sangat tidak nyaman. Saya tidak bisa tidur tenang dan beraktifitas dengan damai. Cuma satu pertanyaan di kepala saya, "Kok bisa?" Pertanyaan sederhana seperti itu menghasilkan efek yang dahsyat buat saya. "Kok bisa?" membuat saya menapak tilas di periode mana kemungkinan kesalahan itu dibuat dan dengan siapa saja saya sudah menceritakannya. "Kok bisa?" membuat saya mempertanyakan rasionalitas, perhitungan serta kewarasan sebagai wanita dewasa di umur yang tidak sedikit, yang seharusnya sudah bisa meramalkan yang akan terjadi. "Kok bisa?" membuat saya menyesali mengikuti hati dan mengambil (lagi) otak saya dalam membuat keputusan yang terlihat maupun tak terlihat. Bisa lihat kan? Pertanyaan sederhana itu tidak sesederhana itu untuk dijawab oleh saya.

Sunday, February 25, 2024

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik,

Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, tetapi selalu salah. Masa-masa sulit itu sudah berlalu. Kini sisa-sisa rasa yang pernah ada, seiring dengan semakin dekat masa perpisahan itu. 

Dan sebenarnya saya tidak berencana membuat tulisan mengenai perasaan ini. 

Ini perasaan yang baru, aneh tapi nyata, tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Seorang teman menyebutnya 'keberuntungan'. Dia mengatakannya seperti ini, "Perasaan menyukai dan disukai oleh berondong itu menyenangkan, seperti oase di tengah-tengah kehidupan yang kering, membosankan." Teman lain berkata, "Ah, itu mah cinta monyet, Kak, gak usah dipikirin." Keduanya benar di dalam hati saya, tetapi juga sama salahnya. Menyenangkan, iya, tetapi 'keberuntungan', tidak sama sekali. Cinta monyet, iya benar, tetapi tetap saja saya memikirkannya. Saya sering pantau media sosial kamu, hanya untuk mencari tahu siapa kamu. Saya tidak mungkin menanyakannya pada orang lain.

Dan saya tidak tahu harus memutuskan yang mana. Saya hanya berdoa yang terbaik buat kami berdua.

Saya tahu perasaan ini baik tetapi mungkin tidak benar. Seandainya pun semua berjalan sesuai yang diinginkan, tetapi tidak bisa dipungkiri ada hukum alam yang menghalangi. Dia terlalu kuat, percuma melawannya sekalipun berusaha sekuat tenaga.

Akhirnya, Berondongku, kamu tahu apa yang saya lakukan?

Monday, February 19, 2024

Kekasih Jiwaku

Satu insiden membuat saya mengerti arti dimiliki oleh Tuhan. Ada masa saya mengikuti keinginan hati yang saya tahu tidak menyenangkan hati Tuhan. Saya sadar, sesadar-sadarnya, tetapi tetap saya lakukan. Saya ingin berbaur dengan orang lain. Saya ingin keren. Saya ingin diri yang dulu. Saya melihat apa yang seharusnya tidak saya lihat. Saya mencari nasihat pada tempat yang tidak seharusnya. Saya mendengar yang tidak seharusnya saya dengar. Hal-hal yang saya tuliskan di sini pastinya tidak asing bagi mereka yang percaya  Kristus dan berkomitmen hidup di dalam Dia. Di dalam hati, ada 'suara' yang membuat kami berpikir ulang akan segala sesuatu yang 'normal'. Allah berkata bahwa Allah akan memisahkan umat-Nya dari bangsa lain di bumi ini. Inilah yang dimaksudkan tentang hal itu, Allah berbicara di dalam hati umat-Nya untuk melakukan yang benar, yang kudus dan yang BERKENAN kepada Allah. Tetapi, umat-Nya tetap punya pilihan untuk tidak melakukan. Dan, saya melakukan hal itu. Ketika saya melakukannya, saya bermimpi didatangi oleh setan. Saya langsung sadar dan minta ampun untuk hal yang saya lakukan. Saya langsung menyadari bahwa menjadi milik-Nya berarti Dia menginginkan saya dengan cemburu. Dia tidak ingin saya menjauh dari-Nya. Well, pola pendisiplinan-Nya bermacam-macam, kadang langsung, seperti yang saya alami tetapi terkadang tidak langsung. Seperti seorang kekasih, Dia menjaga umat-Nya, dengan segala cara menyadarkan kekasih-Nya untuk kembali setia.

Tuesday, January 2, 2024

If you know what I mean

The more I live, the more I learn to speak out for myself and be true to myself. I don't let people who wait for my response or answer, wait forever. I will answer it straightforwardly. I'm tired of being misunderstood and seen as a "good" girl who stays silent whatever happens. I have decided to follow Jesus wholeheartedly, so I have to say goodbyes to what keeps me from Him. It might be a cliche, but the more I think of being a good human, I come to the conclusion that I need to free my mind, not in a selfish mean, but so that I can pray and do more. I need silence, and peace in my heart and my soul, no matter what. Too much noise, and opinions from people who think they know the best, I need to be alone with my God. Sometimes I feel like standing amid wilderness, with no clue at all where to go. And it's intensified these days. Depression is in front of me, I tend to be alone and unbothered. But my Lord never leaves me in my storm. People might not know, they only think I love being distant. Yes, I like to be alone, unbothered, but I know it slowly leads me to depression. I don't want it. I want to face all of the difficulties, and win, with my Lord. I want to be like David. 

Tuesday, December 5, 2023

Menjadi Dewasa

Sewaktu saya tanyakan ke sekumpulan anak-anak sekolah minggu yang sedang mendengarkan Firman Tuhan mengenai menjadi dewasa, salah seorang yang paling suka bicara menjawab, "Saya tidak suka menjadi dewasa!" Saya heran karena tidak pernah terpikirkan oleh saya senang tetap menjadi anak-anak. Lagipula, tidak ada seorang pun yang bisa menghentikan waktu, mau tidak mau, suka tidak suka, semua anak akan menjadi dewasa. Alasan anak itu adalah menjadi dewasa itu susah, harus menghadapi tantangan-tantangan hidup. Sebagai guru sekolah minggu, saya berusaha 'membujuk' anak itu dengan menyatakan bahwa menjadi dewasa itu bisa menentukan pilihan, membuat keputusan, sekalipun banyak tantangan dihadapi. Semua tantangan itu akan membuat seseorang lebih kuat dan penyertaan serta berkat dari Tuhan semakin nyata. 

Dia menjawab dengan tegas, "Penyertaan Tuhan 'kan ada sepanjang masa, tidak harus lewat tantangan hidup, tidak perlu menunggu jadi orang dewasa." Saya tersenyum dan menambahkan, "Suka tidak suka, kamu akan menjadi dewasa, jadi hadapilah." Sesungguhnya pernyataan anak ini dirasakan oleh banyak orang. Sewaktu masih kanak-kanak, kita bersikap seperti kanak-kanak. Isi kepala kita tidak pernah sedetik pun berpikir bahwa listrik, air dan segala yang ada di rumah itu didapatkan dengan membayarkan sejumlah uang dan harus disetorkan setiap bulan jika tidak mau ada pemutusan. Di dalam sana, kita hanya memikirkan perasaan senang jika mendapatkan nilai baik, teman yang asik, peristiwa yang menguntungkan, tidak ada tagihan rekening yang harus dibayarkan. 

Sunday, November 5, 2023

Tugas Penggembalaan

Kepergian Kak Jo memberikan pelajaran kepada saya dan gereja mengenai tugas penggembalaan. Saya baru mengerti bahwa tugas penggembalaan bukan hanya tugas gembala sidang a.k.a pendeta, melainkan tugas bersama seluruh anggota jemaat meskipun di 1 Petrus 5:1-4 itu nasihat untuk penatua. Di gereja kami yang kecil, kami saling tahu kehidupan masing-masing. Menurut saya, memang seharusnya begitulah gereja, jemaatnya tahu kehidupan satu sama lain, bukan untuk bahan gosip, tetapi supaya bisa saling membantu. Keberhasilan dirayakan bersama, kegagalan diatasi bersama. Intinya, kami menikmati kesederhanaan persekutuan jemaat seperti ini. Hingga, satu hal Tuhan izinkan terjadi di dalam jemaat kami yang mengajarkan mengenai tugas penggembalaan. 

Ya, awalnya dari Kak Jo. Dia punya kecenderungan gula tinggi, namun abai mengecek kesehatan ke dokter maupun mengatur pola hidup, termasuk makanan. Sebagai sesama orang dewasa, kami mengingatkan, namun segan untuk bertindak lebih dari itu. Salah satu isteri pendeta kami memarahi, mengancam, membujuk agar dia peduli terhadap kesehatannya. Dia melakukannya karena kasih sayang, yang saya rasa tidak umum dilakukan. Jika tidak sayang, tidak mungkin dia putar balik arah dari perjalanannya yang jauh sekali ketika mendengar berita duka itu, menerabas hujan badai dengan mobil tuanya. Itu perbuatan yang berani sekali. 

Thursday, November 2, 2023

Joice Simanjuntak

Sekarang Kakak hanya nama, tanpa wujud. I can't believe you're gone. Kita memang tidak punya pertalian darah, meskipun circle kita lumayan banyak. Kakak dikenal mama dan keluarga besar mamaku. Kakak juga teman gerejaku. Kita pernah mengalami hal yang berat di gereja, tetapi kakak memilih bertahan di sini, seperti saya juga. 

Sedih ini berlarut-larut, kenapa ya? Mungkin karena saya berharap lebih. Saya berharap Dia yang memiliki organ tubuh Kakak memberikan kehidupan kepada Kakak. Saya berharap Kakak melihat dia yang masih kecil. Saya berharap dia melihat Kakak di setiap tahap perkembangan hidupnya. Saya berharap keluarga Kakak utuh lagi. Ini mungkin kesalahan saya, berharap tanpa menginjak bumi

Saya tahu Kakak kesakitan, putus asa, dan sedih. Saya tahu Kakak marah, kecewa, sakit hati. Tetapi, saya senang Kakak bilang sudah menyelesaikan semua sebelum menutup mata. Saya senang Kakak membuat keputusan yang benar. Saya senang Kakak sudah bersama Bapa di surga.

Di sini, kita semua perantauan. Tidak usah bawa banyak beban. Meski menjalani keseharian, hati batin musti lihat ke tempat perhentian itu. Di sana, kita tidak akan pindah lagi. Kita akan bersama Dia yang memiliki kita. 

Saya sedih, berduka tepatnya. Air mata ini turun tidak pada tempatnya, di bus, di kantor. Air mata ini buat Kakak, berpisah darimu. Saya masih berharap, keluarga Kakak melanjutkan hidup di dalam kebenaran Tuhan. God will make His way, even in the wilderness!


Wednesday, October 25, 2023

What's Wrong With Me?

Dari pembicaraan mengenai topik-topik 'terkini' di kantor, kami berlanjut ke percakapan mengenai seorang teman yang 'gila' tapi seru sepertinya dia sudah mendapatkan cara untuk menunjukkan dirinya sendiri, baik talenta maupun hobinya. Teman 'gila' ini tidak mengikatkan diri dengan satu institusi, tetapi bekerja sebagai freelance untuk dirinya sendiri. Meskipun 'gila', sepak terjang teman ini tidak dapat dipandang sebelah mata. 

Lalu, kami membandingkan teman 'gila' ini dengan diri sendiri. What's so special about her? Kami bisa menulis lebih baik dari dia, bisa berbicara di depan umum dengan baik, memiliki titel yang sama dengannya, tetapi mengapa berbeda? Obrolan santai tapi serius ini membuat kami sama-sama berpikir, "What's wrong with me?"

Monday, October 23, 2023

Kangen Masa Lalu

Kotbah pagi ini menggelitik batinku. Gerutu, dari bangsa Israel di Bilangan 11:4-7, "Orang-orang bajingan yang ada di antara mereka kemasukan nafsu rakus; dan orang Israelpun menangislah pula serta berkata: "Siapakah yang akan memberi kita makan daging? Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat," tidak asing rasanya buatku. Dan rasanya tidak asing buat kamu juga, bukan?

Kala itu, bangsa Israel sudah muak dengan manna, makanan dari surga yang diberikan Tuhan selama perjalanan mereka ke tanah perjanjian. Tubuh mereka sangat sehat dengan mengkonsumsi makanan itu, terbukti mereka bisa berjalan dalam jarak yang sangat jauh. Rasanya pun manis, hanya saja kangen masa lalu lebih menggoda. Mereka teringat mentimun, semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih yang mewakili kenikmatan duniawi. Betapa enak makanan itu setelah hari yang penuh kerja berat mereka lalui. Pekerjaan berat ini disertai dengan takut dan cemas jika mereka tidak memenuhi tuntutan dari penguasa mereka. Kenikmatan sejenak ini ternyata sangat membekas di benak mereka. Mereka lupa bahwa kenikmatan itu mereka dapatkan dalam kondisi terjajah, menjadi budak, di negeri asing, bukan di tanah mereka sendiri. 

Sunday, October 22, 2023

Resah

Kumenatap lamat-lamat layar komputerku, sederet tugas mengantri sudah. Ketika jari-jari mulai menyentuh papan ketik, pikiranku tidak berada di sini. Ke mana dia? Lantunan suara saksofon melegakan hati, menerbangkan pikiranku hingga ke luar ruangan. Aku ada di sini, di momen ini. Terbayang aku beberapa tahun lalu, berpuluh sebenarnya, ketika aku sibuk mengirimkan lamaran ke sana ke mari. Inikah tempat yang aku inginkan? Aku berusaha masuk ke dalam aku yang masih muda. Aku yang hanya tahu aku harus bekerja di kantor. Dulu, penglihatanku masih baik sekali. Jadi, aku sering mengetik lamaran tanpa bantuan kacamata. Meskipun demikian, penglihatanku pendek jaraknya. Aku belum bisa melihat arah hidupku. Sekarang aku di sini. Wah, betapa cepat waktu berlalu. Apakah aku harus bangga dengan diriku yang sekarang? Seharusnya, ya. Dari pekerjaanku, meskipun tidak ideal, aku bisa memiliki sebuah rumah dan mobil. Semua yang aku inginkan ada di sini. Tetapi, aku resah.

Aku menyalahkan segelas kopi yang rutin kuminum setiap pagi. Mungkin itu yang menyebabkan jantungku kurang bugar, tubuhku yang seringkali kelelahan sepulang kerja, atau kakiku yang lekas terasa pegal. Maka, aku mengurangi asupan kopi menjadi sekali seminggu saja. Pagi ini, jatahku membuat kopi hitam ditambah susu karamel, rencananya aku mau menambahkan gula aren. Ternyata, dua kotak susuku hilang dari kulkas kantor. Pupuslah harapanku meminum kopi enak sesuai standarku. Seorang teman baik menawarkan stok susu cair tanpa lemaknya kepadaku, cukup menghiburku pagi ini. Jadi, aku dan kopi susu-di-bawah-standar ini mencoba bekerja. 

Tetapi, aku resah. 

Aku menghela nafas, seperti ada beban tetapi sebenarnya aku tidak bekerja di bawah tekanan. Aku tidak suka jenis pekerjaan seperti itu. Aku tidak suka dimarahi jika tidak mencapai target. Bagiku, bekerja itu harus menyenangkan, dan bisa mengembangkan diriku sendiri. Seperti pekerjaanku yang sekarang aku miliki. Tetapi, aku resah.

Tanggal "merah" ku baru saja lewat sehingga tadinya aku berharap keresahan itu berlalu juga. Mengapa kali ini tidak sama dengan yang dulu?

Aku senang bisa menulis lagi. Meskipun tulisanku didorong oleh keresahan. 

Tidak Mau Tahu

Kami cenderung mendiskusikan hal-hal penting secara acak. Seperti pagi ini, saya dan rekan kerja sekaligus bestie membicarakan tentang space...