Singkat cerita, kami tiba di
sebuah kos baru, bangunan baru, yang belum ada iklannya dimana pun, bahkan di
gerbang kos itu. Kami secara tidak sengaja menemukannya. Setelah melihat-lihat
interior dalam, teman saya langsung memilih kamar yang disuka dan berpesan pada
penjaga kos agar tidak memberikan tempat itu pada orang lain. Saya juga pesan
tempat persis di seberang bakal kamar kosnya. Tiga hari berturut-turut kami
mendatangi tempat itu dengan harapan bertemu dengan pemilik dan memberikan uang
muka sebagai tanda jadi, tetapi tidak pernah kesampean.
Pada hari yang ketiga, saya
merasa harus mengatakan bahwa kami Kristen dan meminta penjaga kos untuk
memberitahukan pemilik tentang ini. Hari keempat, kami datang lagi, dan
bertanya kembali kesediaan pemilik menerima kami. Dari jawaban mengambang yang diberikan penjaga kos,
saya sadar bahwa keKristenan kami menjadi masalah di sini. Biarpun penjaga kos
meyakinkan kami bahwa pasti diberikan ijin, di dalam hati, saya sudah tahu
jawabannya.
Benar saja, pagi ini, teman saya
mengecek kembali tanggapan pemilik kos, dan hasilnya, tidak. Penjaga kos tetap
mendorong teman saya untuk berbicara langsung pada pemilik. Malam sebelumnya,
kami berkomunikasi lewat BBM dan dia seperti menyalahkan saya, mengapa harus
diberitahu dari awal. Saya juga tidak mengerti mengapa tidak diberitahu sedari
awal. Akhirnya, saya katakan, kalau teman saya tetap mau di situ, sudahlah,
biar dia saja, saya mengundurkan diri. Siapa tahu diberi ijin.
Saat ini, saya dan teman itu baru
pulang dari rumah pemilik kos. Teman saya ini bertanya kata-kata apa yang harus
disampaikan. Saya bilang, bicara saja. Lalu, yang membuat saya kaget, dengan
lantang menyatakan diri Kristen tanpa ragu. Padahal saya tahu, awalnya, dia
seperti menutup-nutupi identitas ini agar dapat kamar kos itu. Saat mendapatkan
jawaban tidak, teman saya menangis sedih. Saya juga merasa sedih bersama dia
tetapi juga luarbiasa senang karena dia terbuka tentang keKristenannya.
Di atas motor, teman saya masih
menangis. Saya juga tidak berkata apa-apa lagi. Inilah kali pertama, saya
ditolak karena keKristenan saya. Mungkin juga yang pertama kali untuk teman
saya. Mau tahu rasanya bagaimana? Senang sekali, bangga mendapatkan pengalaman
ditolak karena Kristus. Tidak ada kebencian ataupun sakit hati pada pemilik kos
itu.
Sangat disayangkan beberapa orang
mengundurkan diri dari iman mereka pada Kristus hanya karena hal-hal yang fana
di dunia. Yesus Kristus terlalu jauh lebih berharga dari semuanya. Kalaupun
semua hal diambil dari hidup saya, jika saya hanya punya Kristus, itu saja
sudah lebih dari cukup.
Setiap kita akan dihadapkan pada
berbagai hal yang menguji iman kita pada Kristus. Mungkin tidak sesederhana
seperti masalah yang kami hadapi, mungkin akan lebih hebat lagi bentuknya. Bisa
berupa ancaman, aniaya, fitnah dan sebagainya. Jika perkara sederhana saja kita
terbiasa menutup-nutupi iman kita, bagaimana jika perkara yang besar itu
datang? Masih bertahankah kita?
No comments:
Post a Comment