Bersepeda
ke kantor memang menyenangkan. Menyenangkan dan menyehatkan. Menyehatkan dan
menyegarkan. Kenapa menyenangkan? Ya, karena saya bisa atur waktu tiba di
kantor, kira-kira 15 menit dengan kecepatan gowessedang.
Suatu
hari, saya dan satu teman sekantor janjian bertemu di daerah Kelapa Dua untuk
menjenguk mantan teman kantor. Kalau lewat jalur ‘resmi’ antara Lippo Utara –
Kelapa Dua, melewati daerah Islamik, saya kuatir ditabrak mobil atau motor. Bagi
goweser pemula, jalanan itu terbilang
besar sekali dan konturnya menanjak. Saya sudah bisa membayangkan harus
menuntun sepeda. Tidak kuat gowes. Kalau sepedanya dituntun, kok rasanya tidak
keren ya? Hehe.
Saya
putuskan melewati jalur ‘khusus’ yang pernah dan beberapa kali saya lewati naik
motor, dibonceng teman. Itu dulu, beberapa tahun yang lalu. Di benak saya masih
jelas terbayang jalur yang akan dilalui. Gampang saja, hanya ikuti jalan kecil
persis di pinggir jalan tol, lalu melewati kolong jembatan, terus memotong ke
perumahan Islamik. Tidak mungkin nyasar.
Tepat
jam pulang kantor, saya merapikan barang bawaan untuk segera pergi. Saya yakin
akan tiba lebih awal dibandingkan dengan teman saya karena jaraknya dekat, ya
kalau lewat jalur ‘khusus’ itu. Saya membelokkan sepeda ke kiri, ke daerah
perumahan Lippo Utara, lalu keluar melalui gerbang kecil melewati sekolahan
yang tidak jauh dari situ. Ada dua cabang jalan setelah itu, saya yakin arahnya
ke kiri. Sepeda saya gowes dengan
kecepatan lambat karena melewati rumah warga yang padat berdempetan.
Setelah
itu, saya menyusuri jalan agak besar, tanah kosong ditumbuhi pepohonan bambu di
sebelah kiri dan semacam pabrik kecil di sebelah kanan. Saya sebetulnya sudah
mulai curiga. Saya masih berharap melihat jalan tol di sebelah kanan jalan.
Saya teruskan mengikuti jalur itu.
Makin
lama, makin asing daerah itu. Lalu, saya lihat di sebelah kiri ada kantor
kelurahan Panunggangan. Mana jalan
tolnya? Mana perumahannya? Sudah jauh perjalanan yang saya tempuh sehingga
enggan berbalik. Saya berharap entah bagaimana saya bisa berbelok di suatu
tempat dan menuju jalan yang benar, tetapi tidak harus balik ke tempat semula.
Penasaran,
saya teruskan menyusuri jalan itu. Saya melihat jalanan melintang di depan.
Saya juga bisa melihat angkot lewat. Itu berarti jalan besar. Sampai di jalan
itu, saya melihat sekeliling saya, berusaha memetakan dimana posisi saya saat
itu. Saya kaget. Saya lihat gedung bertuliskan huruf Hotel Olive. Oh, my…hotel ini kan hanya berjarak 5 menit
jaraknya dari tempat kerja saya.
Perjalanan
melelahkan selama kira-kira 15 menit harus saya ulangi lagi. Saya menyusuri
jalan yang sama dengan arah sebaliknya hingga ke gerbang kecil dekat sekolahan
tadi. Ditambah 15 menit lagi untuk sampai di rumah teman saya. Akhirnya, saya
bertemu rekan sekantor saya dalam keadaan basah kuyup karena keringat.
Mengingat
pengalaman itu, saya teringat tentang pertobatan. Jika sudah tahu melakukan
kesalahan, atau berbuat dosa, ya jangan diteruskan perbuatan itu. Kebanyakan orang,
termasuk saya, malah mencari-cari alasan perbuatan itu dilakukan. Itulah yang membuat
hati manusia mengeras, tidak bisa lagi menerima nasihat atau ajaran yang sehat.
Akhirnya, yah, jadi orang yang terus saja tersesat.
Seharusnya,
kita kembali kepada kebenaran Tuhan. Akui saja bahwa perbuatan itu salah atau
berdosa kepada Tuhan, dan jangan dilakukan lagi. Saya jadi ingat peristiwa ini
di dalam Alkitab. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan,
di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?" Jawabnya:
"Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun
tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari
sekarang."
Konsekuensi
perlu dihadapi, meskipun berat. Namun, jika hati kita tulus, Tuhan akan
memberikan kekuatan untuk menghadapinya. Kembalilah kepada kebenaran.
No comments:
Post a Comment