Tuesday, December 5, 2023

Menjadi Dewasa

Sewaktu saya tanyakan ke sekumpulan anak-anak sekolah minggu yang sedang mendengarkan Firman Tuhan mengenai menjadi dewasa, salah seorang yang paling suka bicara menjawab, "Saya tidak suka menjadi dewasa!" Saya heran karena tidak pernah terpikirkan oleh saya senang tetap menjadi anak-anak. Lagipula, tidak ada seorang pun yang bisa menghentikan waktu, mau tidak mau, suka tidak suka, semua anak akan menjadi dewasa. Alasan anak itu adalah menjadi dewasa itu susah, harus menghadapi tantangan-tantangan hidup. Sebagai guru sekolah minggu, saya berusaha 'membujuk' anak itu dengan menyatakan bahwa menjadi dewasa itu bisa menentukan pilihan, membuat keputusan, sekalipun banyak tantangan dihadapi. Semua tantangan itu akan membuat seseorang lebih kuat dan penyertaan serta berkat dari Tuhan semakin nyata. 

Dia menjawab dengan tegas, "Penyertaan Tuhan 'kan ada sepanjang masa, tidak harus lewat tantangan hidup, tidak perlu menunggu jadi orang dewasa." Saya tersenyum dan menambahkan, "Suka tidak suka, kamu akan menjadi dewasa, jadi hadapilah." Sesungguhnya pernyataan anak ini dirasakan oleh banyak orang. Sewaktu masih kanak-kanak, kita bersikap seperti kanak-kanak. Isi kepala kita tidak pernah sedetik pun berpikir bahwa listrik, air dan segala yang ada di rumah itu didapatkan dengan membayarkan sejumlah uang dan harus disetorkan setiap bulan jika tidak mau ada pemutusan. Di dalam sana, kita hanya memikirkan perasaan senang jika mendapatkan nilai baik, teman yang asik, peristiwa yang menguntungkan, tidak ada tagihan rekening yang harus dibayarkan. 

Sunday, November 5, 2023

Tugas Penggembalaan

Kepergian Kak Jo memberikan pelajaran kepada saya dan gereja mengenai tugas penggembalaan. Saya baru mengerti bahwa tugas penggembalaan bukan hanya tugas gembala sidang a.k.a pendeta, melainkan tugas bersama seluruh anggota jemaat meskipun di 1 Petrus 5:1-4 itu nasihat untuk penatua. Di gereja kami yang kecil, kami saling tahu kehidupan masing-masing. Menurut saya, memang seharusnya begitulah gereja, jemaatnya tahu kehidupan satu sama lain, bukan untuk bahan gosip, tetapi supaya bisa saling membantu. Keberhasilan dirayakan bersama, kegagalan diatasi bersama. Intinya, kami menikmati kesederhanaan persekutuan jemaat seperti ini. Hingga, satu hal Tuhan izinkan terjadi di dalam jemaat kami yang mengajarkan mengenai tugas penggembalaan. 

Ya, awalnya dari Kak Jo. Dia punya kecenderungan gula tinggi, namun abai mengecek kesehatan ke dokter maupun mengatur pola hidup, termasuk makanan. Sebagai sesama orang dewasa, kami mengingatkan, namun segan untuk bertindak lebih dari itu. Salah satu isteri pendeta kami memarahi, mengancam, membujuk agar dia peduli terhadap kesehatannya. Dia melakukannya karena kasih sayang, yang saya rasa tidak umum dilakukan. Jika tidak sayang, tidak mungkin dia putar balik arah dari perjalanannya yang jauh sekali ketika mendengar berita duka itu, menerabas hujan badai dengan mobil tuanya. Itu perbuatan yang berani sekali. 

Thursday, November 2, 2023

Joice Simanjuntak

Sekarang Kakak hanya nama, tanpa wujud. I can't believe you're gone. Kita memang tidak punya pertalian darah, meskipun circle kita lumayan banyak. Kakak dikenal mama dan keluarga besar mamaku. Kakak juga teman gerejaku. Kita pernah mengalami hal yang berat di gereja, tetapi kakak memilih bertahan di sini, seperti saya juga. 

Sedih ini berlarut-larut, kenapa ya? Mungkin karena saya berharap lebih. Saya berharap Dia yang memiliki organ tubuh Kakak memberikan kehidupan kepada Kakak. Saya berharap Kakak melihat dia yang masih kecil. Saya berharap dia melihat Kakak di setiap tahap perkembangan hidupnya. Saya berharap keluarga Kakak utuh lagi. Ini mungkin kesalahan saya, berharap tanpa menginjak bumi

Saya tahu Kakak kesakitan, putus asa, dan sedih. Saya tahu Kakak marah, kecewa, sakit hati. Tetapi, saya senang Kakak bilang sudah menyelesaikan semua sebelum menutup mata. Saya senang Kakak membuat keputusan yang benar. Saya senang Kakak sudah bersama Bapa di surga.

Di sini, kita semua perantauan. Tidak usah bawa banyak beban. Meski menjalani keseharian, hati batin musti lihat ke tempat perhentian itu. Di sana, kita tidak akan pindah lagi. Kita akan bersama Dia yang memiliki kita. 

Saya sedih, berduka tepatnya. Air mata ini turun tidak pada tempatnya, di bus, di kantor. Air mata ini buat Kakak, berpisah darimu. Saya masih berharap, keluarga Kakak melanjutkan hidup di dalam kebenaran Tuhan. God will make His way, even in the wilderness!


Wednesday, October 25, 2023

What's Wrong With Me?

Dari pembicaraan mengenai topik-topik 'terkini' di kantor, kami berlanjut ke percakapan mengenai seorang teman yang 'gila' tapi seru sepertinya dia sudah mendapatkan cara untuk menunjukkan dirinya sendiri, baik talenta maupun hobinya. Teman 'gila' ini tidak mengikatkan diri dengan satu institusi, tetapi bekerja sebagai freelance untuk dirinya sendiri. Meskipun 'gila', sepak terjang teman ini tidak dapat dipandang sebelah mata. 

Lalu, kami membandingkan teman 'gila' ini dengan diri sendiri. What's so special about her? Kami bisa menulis lebih baik dari dia, bisa berbicara di depan umum dengan baik, memiliki titel yang sama dengannya, tetapi mengapa berbeda? Obrolan santai tapi serius ini membuat kami sama-sama berpikir, "What's wrong with me?"

Monday, October 23, 2023

Kangen Masa Lalu

Kotbah pagi ini menggelitik batinku. Gerutu, dari bangsa Israel di Bilangan 11:4-7, "Orang-orang bajingan yang ada di antara mereka kemasukan nafsu rakus; dan orang Israelpun menangislah pula serta berkata: "Siapakah yang akan memberi kita makan daging? Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat," tidak asing rasanya buatku. Dan rasanya tidak asing buat kamu juga, bukan?

Kala itu, bangsa Israel sudah muak dengan manna, makanan dari surga yang diberikan Tuhan selama perjalanan mereka ke tanah perjanjian. Tubuh mereka sangat sehat dengan mengkonsumsi makanan itu, terbukti mereka bisa berjalan dalam jarak yang sangat jauh. Rasanya pun manis, hanya saja kangen masa lalu lebih menggoda. Mereka teringat mentimun, semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih yang mewakili kenikmatan duniawi. Betapa enak makanan itu setelah hari yang penuh kerja berat mereka lalui. Pekerjaan berat ini disertai dengan takut dan cemas jika mereka tidak memenuhi tuntutan dari penguasa mereka. Kenikmatan sejenak ini ternyata sangat membekas di benak mereka. Mereka lupa bahwa kenikmatan itu mereka dapatkan dalam kondisi terjajah, menjadi budak, di negeri asing, bukan di tanah mereka sendiri. 

Sunday, October 22, 2023

Resah

Kumenatap lamat-lamat layar komputerku, sederet tugas mengantri sudah. Ketika jari-jari mulai menyentuh papan ketik, pikiranku tidak berada di sini. Ke mana dia? Lantunan suara saksofon melegakan hati, menerbangkan pikiranku hingga ke luar ruangan. Aku ada di sini, di momen ini. Terbayang aku beberapa tahun lalu, berpuluh sebenarnya, ketika aku sibuk mengirimkan lamaran ke sana ke mari. Inikah tempat yang aku inginkan? Aku berusaha masuk ke dalam aku yang masih muda. Aku yang hanya tahu aku harus bekerja di kantor. Dulu, penglihatanku masih baik sekali. Jadi, aku sering mengetik lamaran tanpa bantuan kacamata. Meskipun demikian, penglihatanku pendek jaraknya. Aku belum bisa melihat arah hidupku. Sekarang aku di sini. Wah, betapa cepat waktu berlalu. Apakah aku harus bangga dengan diriku yang sekarang? Seharusnya, ya. Dari pekerjaanku, meskipun tidak ideal, aku bisa memiliki sebuah rumah dan mobil. Semua yang aku inginkan ada di sini. Tetapi, aku resah.

Aku menyalahkan segelas kopi yang rutin kuminum setiap pagi. Mungkin itu yang menyebabkan jantungku kurang bugar, tubuhku yang seringkali kelelahan sepulang kerja, atau kakiku yang lekas terasa pegal. Maka, aku mengurangi asupan kopi menjadi sekali seminggu saja. Pagi ini, jatahku membuat kopi hitam ditambah susu karamel, rencananya aku mau menambahkan gula aren. Ternyata, dua kotak susuku hilang dari kulkas kantor. Pupuslah harapanku meminum kopi enak sesuai standarku. Seorang teman baik menawarkan stok susu cair tanpa lemaknya kepadaku, cukup menghiburku pagi ini. Jadi, aku dan kopi susu-di-bawah-standar ini mencoba bekerja. 

Tetapi, aku resah. 

Thursday, August 10, 2023

Pernikahan

Pernikahan itu seperti perjalanan melalui laut menggunakan perahu, bisa terbuat dari apa saja. Tentunya, bahan pembuat perahu haruslah yang baik dan fasilitas di dalam perahu perlu yang terbaik agar perjalanan lancar. Perahu yang diisi dua manusia, laki-laki dan perempuan, pastinya punya tujuan bersama, ke suatu tempat yang indah bersama-sama. Di awal perjalanan, ketika pertama kali melepaskan diri menjauh dari pantai, semua pemandangan terlihat indah. Tidak banyak hal yang membuat gundah gulana. Mereka berdua saling tersenyum, membenamkan diri ke tubuh satu sama lain, saling memiliki. Harapan mereka tinggi akan hari esok, menua bersama dalam kegembiraan tak putus.

Pantai menjauh dari pandangan mata, menjadi hanya segaris batas horizon. Melihat ke bawah, air laut membiru kelam, tak seperti pemandangan di pinggir pantai. Ikan-ikan dan terumbu karang berwarna-warni digantikan dengan ketidakpastian mahkluk di bawah sana dan buih, terkadang ada saja sampah yang mengapung. Perahu itu menjadi terlalu kecil bagi mereka berdua. Mereka mulai berpikir untuk memperlebar perahu itu, mengembangkan layar, memasang penutup dan segala pekerjaan lainnya yang diperlukan untuk kenyamanan hidup bersama di tengah laut. Mereka selalu sibuk, selalu saja ada pekerjaan yang harus dilakukan, ada saja hal-hal yang salah yang perlu diperbaiki. Mereka jadi jarang berkomunikasi, terlalu banyak pekerjaan, terlalu lelah untuk mengucapkan kata itu. Aku cinta padamu. 

Tuesday, April 4, 2023

The Good Doctor

Lagi bingung mikir mau nonton film apa di Netflix, eh terlintas ide nonton The Good Doctor yang versi original, dari Korsel. Gak lama, gue dapat pengalaman hidup yang sedikit banyak sama dengan yang ada di film itu. Park Si-On, si dokter unik itu, sejauh episode yang gue udah tonton (episode 12), berusaha menjadi dokter yang baik dengan kondisinya sebagai penderita sindrom savant. Dia hanya punya satu tujuan, mengobati orang sakit dan memberikan kesempatan untuk hidup. Tujuan mulia, bukan? Dan, gue rasa semua pasti setuju, seorang dokter yang baik harus memiliki pemikiran seperti ini. 

Park Si-On, dibantu oleh direktur rumah sakit Sungwon Univerity, dr. Choi Woo-Seok, akhirnya diterima bekerja di situ. Dr. Si-On mendapatkan kesempatan 6 bulan masa percobaan dengan taruhan pengunduran diri dr. Choi jika ternyata gagal. Tujuan mulia yang dimiliki dr. Si-On dan didukung oleh kejeniusannya mendiagnosa tidak membuatnya menjalani masa percobaan itu dengan mulus. Dia harus berusaha menjadi seorang 'dokter' dan bukannya robot seperti yang dikatakan oleh dr. Do Han

Monday, February 27, 2023

My Gloomy Day

 (efek baca buku-buku Dazai Osamu)

I remember the day I lost my loved ones. The pain was unbearable, it was painful, and it would not come out. My mind wandered into a dark, dense, cold forest, and I knew I would be there for days. I stare at my handphone, reading two of the beloved ones of my friends. I know how it feels. One survives, I don't know about the other. I prayed last night that not the operation that brought her to God, please heal her! I prayed for him, her, and all of the beloved ones. Because I know well the pain. It's unbearable. 


Overthinking dan Asam Urat

Apa hubungannya? Saya juga baru tahu tadi, ternyata kedua hal itu, overthinking dan asam urat ada persamaan. Begini awalnya saya mendapatkan "pencerahan" itu. Pembicaraan mengenai overthinking dan asam urat datangnya bersamaan. Saya mulai dari pembicaraan tentang asam urat. Saya punya teman penderita asam urat akut. Salah satu petugas kebersihan di kantor saya 'curhat' kepada teman saya tentang ibunya yang sakit asam urat. Teman saya yang sudah 'ahli' karena berpengalaman menghadapi serangan segera memberikan tips penanganannya. 

Bagi saya yang tidak punya pengalaman terserang asam urat, informasi itu hanyalah berguna sebagai pengetahuan saja. Tetapi saya tetap mendengarkan karena ada hubungan yang cukup erat dengan penyakit mental yang bernama overthinking. Seperti asam urat, overthinking sebetulnya bisa diatasi ketika masih dalam bentuk serangan-serangan kecil. Kalau asam urat, pencegahannya tentunya dengan mengkonsumsi makanan yang dianjurkan, berolah raga dan menjaga bobot tubuh. Sedangkan overthinking, pencegahannya dengan mengkonsumsi (memasukkan) informasi yang benar ke dalam pikiran, berolah raga agar hati lebih senang dan mengucap syukur

Wednesday, January 11, 2023

Goodbye, Mumun!

My car, Mumun — I guess it’s time to say goodbye. She’s been with me through so many roads, storms, and near disasters that it almost feels wrong to let her go. But before I do, I want to tell her story — or maybe ours.

The scariest moment happened one Christmas holiday. I decided to take Mumun to Jakarta, thinking the highway would be the fastest route home. Everything went fine at first, until somewhere in the middle of the long, grey road, I felt something strange. Mumun began to lose her power. I tried not to panic — maybe I imagined it, I thought. I pressed the gas pedal harder, hoping she’d recover.

Then, the engine stopped.

It was raining that day — heavy but calm — and now I realize that was a blessing. Because of the rain, cars were driving slower than usual. If they hadn’t, things could’ve been much worse. I sat there, gripping the steering wheel, the sound of rain mixing with my heartbeat. I was alone. I didn’t know what to do, so I prayed. I turned the key again and again, whispering, “Please, God.”

After a few tries, Mumun came back to life.

I sighed in relief and drove again, but she wasn’t the same. The power was weak. And then, she stopped again — right in the middle of traffic near the Tanjung Priok toll gate. Cars were honking, people were impatient, and then I saw an ambulance trying to pass on my right. Right at that moment, the engine died once more.

Panic kicked in. I turned the key and pressed the gas, but there was no response. Then I noticed something — the road was slightly downhill. Maybe it was instinct, maybe it was grace, but I released the brake and let gravity help. Slowly, Mumun started to move, and somehow, we made it out of the highway.

The road to my house was another test. I took a smaller, quieter route, hoping it’d be easier — but of course, life had other plans. A car and a gerobak blocked the way at the same time. I couldn’t move, people started yelling, and I felt completely helpless. They didn’t know the gerobak couldn’t move aside. It was chaotic, humiliating even. But eventually, I made it home. Mumun’s engine released a puff of smoke as if to say, “That’s all I’ve got for today.” Only later did I find out she had been “dehydrated.”

A few days later, I drove her again — this time to my church’s Christmas gathering in Lenteng Agung. Four of us were inside, laughing and chatting, until the same problem came back. We didn’t know what to do, so we left Mumun in Kalibata and continued our journey by online taxi. I was worried sick. Thankfully, my friends later helped me, and Bang Alex figured out the issue and fixed it.

On the drive back, though, I couldn’t shake off the fear of the engine stopping again. It made me press the gas harder than I should have — too hard, maybe — and I almost collided with another car at an intersection. My friend screamed, my heart stopped for a second, and I knew I’d pushed too far.

That night, shame hit me harder than fear. I could’ve hurt someone. I could’ve made things worse.

But later, when I told this story to a colleague, she smiled and said, “That’s something unforgettable — and precious.” And maybe she was right. Maybe all those moments weren’t just problems; maybe they were lessons — reminders that God’s protection is real, even in the middle of panic, rain, and engine smoke.

So now, as I prepare to say goodbye to Mumun, I choose to remember the good things: the roads we conquered, the prayers whispered in fear, and the quiet gratitude after every near-miss.

Thank you, Mumun, for every adventure — for being part of my story, for teaching me to trust, to stay calm, and to believe.

Goodbye, my loyal friend. You’ve served me well.

Tuesday, January 3, 2023

I can READ it

When I posted a thank you line for those who celebrated their birthdays, I consciously, intently order the names, not by the hierarchy but by their names.  What I meant is this, we are all the same. Maybe I am the one who's weird but I just hate the hierarchy if it's overly used. You see, that was just a list of names, but none DARED to re-order it. The boss is always on top. Even in casual greetings, and I hate it because I can read it. It's obviously insane for me. Not that I hate the boss, no, she's my friend, it's the behavior that overly makes her always on top.

That kind of mindset bothers me. Why can't we enjoy being human? Equal to one another? Or, that's what should be? The proper one?

I wish that I can't read it.


Menganggap Sepi

Semalam, saya marah sekali pada keponakan-keponakan saya, terutama keponakan pertama. Pasalnya, saya melihat dia sedang bermain gim daring ,...