Thursday, July 13, 2017

Orang Berhasil (Tidak) Sukses Sekolah

A: Dia pinter loh, suma cum laude di sekolahnya.
B: Gue kasih tau ya ama lu, orang-orang sukses itu gak ada yang berhasil di sekolah. 
A: Yah, gak gitu jugalah. Orang itu harus sekolah supaya pikirannya terbuka dan bisa sukses.
B: Kata siapa? Coba, lu kasih contoh orang sukses yang berhasil di sekolah.

Gue gak tau jawabannya. Miris sih hati gue karena gue sedang menggebu-gebunya melanjutkan studi. Beberapa kejadian selama semester 1 berjalan membuat gue memikirkan lagi percakapan di atas tadi.

Di benak gue, pendidikan haruslah membebaskan, terutama pikiran dan kemampuan yang ada di dalam diri setiap murid. Kenyataannya, ini sih yang gue alami ya, waktu gue kuliah S1, gue bengong di kelas. Gak ngerti karena gak suka. Gak ngerti pelajaran sampai gue baca sendiri buku-buku yang disarankan. Akhirnya, gue suka juga sih. Sambil ikutan kegiatan mahasiswa pecinta alam, praktis gue menjalankan 2 'kuliah'. FYI, kegiatan kemahasiswaan gue itu menuntut pertanggungjawaban perencanaan dan pelaksanaan selayaknya maju sidang skripsi.

Ketika gue baca buku-buku itu, pikiran gue berkembang. Itu yang gue tuliskan di paper tugas dan ujian. Hasilnya bagus? Gak. Dan, gue gak tau salahnya apa karena gue gak pernah dapat feedback dari dosen. Gue mikir sendiri aja gimana caranya biar bisa mendongkrak nilai supaya gak seperti ukuran bolpen rotring, alias satu koma. Itu istilah yang kami pakai dulu.


Jadi, gue rajin mencatat tiap perkataan dosen pas kuliah. Hasilnya? Bagus :D What??? Di situ gue tersadar, baiklah ternyata kalau lu mau dapat nilai bagus, ikutilah kata-kata dosenmu. FYI lagi, pas kuliah S1, pikiran gue lumayan kritis. Keknya sekarang pikiran gue udah berhasil 'dijinakkan' hehe.

Pernah satu kali diundanglah dosen tamu dari Jerman ke kampus kami. Dosen udah pesan, berhubung mahasiswa malas bertanya, kalau kami bertanya, ada poin dikasih. Gue, yang sudah berubah jadi pengejar nilai, merasa harus bertanya. Temanya tentang demokrasi. Pertanyaan gue bodoh, tapi mendasar. Kenapa kami di Asia harus mengadopsi sistem demokrasi? Budaya kami berbeda dengan bangsa kalian. Harusnya kami jangan dipaksa memakai sistem itu. Harusnya kami pakai sistem kami sendiri yang sesuai dengan budaya kami. Tau gak si dosen jawab apa? Terus terang, saya gak tahu jawabannya. Lalu, dia menjelaskan lagi panjang lebar. Gue heran, kok bisa seorang dosen bilang gak tahu jawabannya.

Sekarang gue tahu, bahwa kejujuran itu salah satu elemen penting dalam pendidikan. Dosen itu membuat gue berpikir memang tidak semua pertanyaan harus ada jawaban. Kalau tidak tahu, yah bilang saja, gak usah gengsi mentang-mentang jadi dosen. Realistis saja, ilmu itu berkembang. Kalau pendidik tidak punya waktu untuk upgrade pengetahuan, mana bisa memberikan ilmu yang baik. Harus juga diajarkan agar murid tidak takut mengeluarkan pendapatnya untuk diteliti lebih lanjut. Itu pendapat gue.

Itu dia. Pendidikan di Indonesia masih menempatkan pendidik di atas. Mereka merasa tahu segala sesuatu, sampai-sampai murid tidak diperkenankan punya jawaban lain :( Mungkin gue agak ekstrim di sini, tapi itulah yang gue alami. Murid 'dijinakkan' dan dibentuk sesuai kemauan dosen atau institusi.

Gue nulis postingan ini bukan untuk menjelek-jelekkan karena gue nulisnya dengan hati yang miris semiris mirisnya. Mungkin benar kata temen gue seperti percakapan di atas. Mungkin, pembebasan pikiran dan kemampuan hanyalah retorika pendidikan semata. Gue sendiri berpendapat, pendidikan yang baik memang akan membebaskan. Bukan salah pendidikannya.

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...