Monday, September 25, 2017

Lika Liku Kuliah

Gak terasa, udah semester 2 aja gue sekarang. Semester lalu itu titik nadir gue, antara lanjut atau drop out. Akhirnya gue sadar juga, Tuhan yang memberikan kesempatan gue untuk lanjut kuliah, meskipun gue selalu bilang ke orang lain kalau ini keputusan berdasarkan ajakan teman. Kalau Tuhan tidak berkenan, pasti ada halangan juga. Tuhan tuh menempatkan gue dalam situasi gue harus menyemangati teman-teman gue yang ciut juga begitu tahu ternyata kami harus mengambil matakuliah di atas level semester yang seharusnya. Sok menyemangati teman sebagai seorang ketua kelas yang baik :D Gak mungkinlah habis gue semangatin temen gue, terus guenya drop out. 

Tadinya nih gue mau ambil topik tentang kelautan untuk tesis gue. Dosen 'istimewa' gue memberi kesan bahwa topik itu akan membuat gue sulit mendapatkan data yang dibutuhkan jika mau selesai dalam 6 bulan. Gue jadi mengkeret. Sebagai single fighter di tempat kerja, gue rasanya tidak mungkin berburu data ke sana kemari terlalu sering. Terus Tuhan tuh mengarahkan gue ke persoalan yang sebenernya tidak suka gue sentuh karena mengandung high politics, istilah gue, politik kelas berat.  Topiknya juga masih hangat kek baru keluar dari oven, persoalan konflik Rakhine- Rohingya. Kadang ya, gue tuh gak ngerti cara Tuhan tiba-tiba aja mengubah hati gue untuk meninggalkan kelautan dan mengambil topik ini. 

Lewat topik ini, gue nih agak deket ama temen gue yang beraliran feminis abis. Menurut gue sih feminis karena latar belakang kisah keluarga yang didominasi laki. Temen gue ini dulu lumayan sering ajak gue ikutan jadi feminis. Pas gue liat-liat sekilas, gak tertarik. Gue gak mengerti apa sih yang mereka perjuangkan. Lama-lama mereka ini mirip sekelompok orang yang mengagungkan wanita dan menganggap laki tuh pembawa kebusukan ke dalam dunia. Itu kesan gue. Mereka boleh sanggah pendapat gue. I just give opinions based on their postings. 

Kembali ke persoalan tesis tadi. Jadi temen feminis gue, begitu tau gue pindah jalur ke persoalan Myanmar, dia semangat sekali. Pasalnya, mantannya dia seorang antropolog yang tinggal di Myanmar. Katanya, orangnya baik, minta tolong aja ama dia. Gue hubungi dia lewat FB. Dia menanggapi pesan gue. Gue bilang, gue butuh pertolongan untuk riset soal Myanmar. Dia bilang, happy to help. Sebagai orang Batak tulen, tanpa tedeng aling-aling, gue bilang pinjemin gue donk buku-bukumu dan dia gak jawab iya atau tidak. Gue kembali ke temen feminis gue. Ini artinya apa? Temen feminis gue bilang, itu artinya lu jangan manja, cari sendiri bukunya. Gue juga cari sendiri kok. Gue kecewa sambil bilang ke temen gue itu lah emang dia pikir gue akan minta bantuan apa kalau bukan minta dokumen dan buku? Masa gue minta dihubungkan ke pemerintahan Myanmar? Kan gue bukan aktivis atau wartawan. 

Niat gue ke Myanmar untuk sementara tidak jadi karena hal ini. Gue juga lihat dari postingan mantan temen gue ini, dia terlalu condong ke satu sisi. Itu gak bagus buat riset gue. Gue inget banget kata salah satu dosen gue. Sebagai akademisi, kita harus netral. Setiap kisah ada dua sisi yang perlu diungkapkan secara seimbang supaya dapat membuat pertimbangan yang benar. Puji Tuhan juga sih untuk kekecewaan gue ini. Gue emang musti berjalan bersama Dia, gak bergantung pada satu orang atau institusi untuk menghasilkan tesis yang baik. 

Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian.
Amsal 2:6

Reuni

Setelah beberapa kali panitia bertemu dan membahasnya di grup Wattsapp, akhirnya kemarin kami bertemu reuni. Dua puluh lima tahun sejak kelulusan dari SMP, kami tidak pernah lagi bertemu dalam jumlah yang banyak seperti kemarin. Gue senang bertemu mereka, tapi gue kuatir satu hal. Gue lupa hampir semua informasi di SMP. Gue lupa nama walikelas gue, yang diingat oleh sebagian besar temen gue yang ngomong di depan. Kadang, gue sebel banget ama sifat pelupa gue ini. Tapi banyakan sih senang karena kejadian gak mengenakkan cepet dilupakan juga hehe.

Temen-temen gue, seperti gue juga, sudah pada 'membesar' haha. Guru-guru gue tinggal sisa 4 orang, yang lain sudah meninggalkan dunia. Sayang sekali, zaman dulu tidak ada satupun dokumentasi bergerak yang bisa ditampilkan untuk memanggil ingatan peristiwa masa lalu. Panitia hanya menampilkan foto-foto kami waktu di Borobudur, Bali. Gue gak inget pernah ke sana meskipun ada foto gue di situ, menyedihkan ya?

Gue seneng melihat temen-temen gue, ada hal baru yang bisa kami bicarakan. Ada juga beberapa temen gue yang berantem satu sama lain. Ada yang 'ngibul' identitas pekerjaannya karena mungkin ingin dipandang berhasil oleh yang lain. Gue, dengan status masih belum menikah dan bekerja di perpustakaan, merasa sedikit berbeda dengan yang lain. Eh, masih ada juga kok yang 'senasib' ama gue, tapi kerennya dia itu dokter di Rumah Sakit Omni. 

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...