Monday, August 25, 2014

Shadow of His Hand

Saya suka sekali dengan kisah Anita Dittman, seorang Arya (German) - Yahudi, yang mengalami kesukaran hidup pada masa pemerintahan Hitler di Jerman. Ayahnya memilih meninggalkan isteri dan anak-anaknya karena merasa telah membuat keputusan bodoh, menikahi seorang Yahudi. Anita diperlakukan bukan seperti anak kandung sendiri, memilih untuk ikut dengan ibunya, sementara kakaknya, Hella, memilih ikut ayahnya. 

Anita mahir sekali menari balet dan ingin menjadi seorang penari profesional. Saat itu, Hitler menyebarkan kebencian terhadap ras Yahudi, menyebut mereka Judenfratz. Di segala tempat, Anita harus menerima perlakukan buruk orang-orang Jerman yang pro-Nazi tanpa perlawanan apapun. Bahkan ia harus membiasakan diri membaca tanda-tanda, berjalan dengan kepala tertunduk, tidak melakukan kontak mata, berjalan di tempat-tempat berbayang agar tidak dilihat orang lain.

Sunday, August 24, 2014

Tidak Ada Judul

Saya bingung mau kasih judul apa untuk posting-an kali ini. Kali ini tentang perasaan saya. Tentang sesuatu yang lebih daripada harta, lebih daripada permata. Lebih dari semua yang dianggap berharga di dalam dunia. Ini tentang Yesus Kristus.

Saya tidak sedang mengatakan bahwa saya ini pemberani. Saya tidak sedang membentuk opini bahwa saya ini orang saleh. Tidak, ini tentang Yesus Kristus yang hidup di dalam hati dan pikiran saya. Bukan suatu fanatisme yang tidak berujung, tetapi pengharapan yang aneh. Seaneh kotbah pendeta saya pagi ini.

Friday, August 22, 2014

Masak Enak

Beberapa waktu belakangan ini, saya terpacu untuk membuat masakan untuk makan sehari-hari, dengan terms and conditions sebagai berikut: tidak terlambat bangun (harus bangun jam 4 subuh, bukan hari Jumat, dan mood dalam keadaan baik, alias tidak malas). Saya cukup suka dengan hasil masakan saya selama ini, bisa dibilang cukup berhasil. Analisa saya karena jenis masakannya sederhana, bahannya sedikit dan cara masaknya sederhana. 

Karena saya juga yang makan masakan itu, jenis masakan meningkat menjadi gampang-gampang susah. Saya mulai lepas dari buku resep dan mengandalkan lidah serta insting memasak. Beberapa kali saya sukses membuat jenis masakan ini, semua termakan, tidak ada yang terbuang. Hingga hari ini, saya gagal membuat masakan yang menurut saya seharusnya mudah, capcay.

Thursday, August 21, 2014

Katie

Saya berkenalan dengan Katie, gadis Amerika yang bekerja di Indonesia, kurang lebih 3 tahun yang lalu. Kesamaan kami hanyalah pada status belum menikah, bekerja di institusi pendidikan, dan bergereja di tempat yang sama. Selain itu, kami benar-benar berbeda. Dia berperawakan tinggi, berambut pirang, berkulit putih, berbicara fasih dalam bahasa Inggris (tentunya!), sebaliknya minim berbicara dalam bahasa Indonesia biarpun sudah ikutan kursus bahasa. Sebaliknya, perawakan saya, yah gitu deh, standar gadis Indonesia (jaman dulu hehe) yang tingginya cukup, berambut hitam (sekarang dihiasi dengan rambut putih), fasih sekali berbicara dalam bahasa Indonesia (tentunya!) dan cukup lancar berbahasa Inggris (kalau mood-nya sedang baik), berkulit sawo matang. 


Sebetulnya biarpun saya lulus dari kursus bahasa Inggris sampai level tertinggi dan dapat nilai selalu bagus untuk mata pelajaran ini sewaktu bersekolah, saya punya semacam fobia dengan orang asing. Ya, bagi saya, orang bule itu orang asing. Saya tidak ada trauma apa pun di masa lalu tetapi tiap kali harus berbicara dengan orang asing, tata bahasa yang sudah saya pelajari dulu tidak mau keluar dari mulut. Setengah gemetar, saya akan mengeluarkan bunyi yang seringkali ditanyakan ulang oleh pendengar asing ini. Saya merasa cara pikir dan cara hidup mereka sangat berbeda dengan saya.

Thursday, August 7, 2014

Selanjutnya Apa?

Melanjuti pembahasan tentang hirarki, saya sampai pada kesimpulan bahwa saya benar dan bos saya salah. Apalagi saat bos saya menelepon dan menjelaskan alasan dirinya menegur keras saya kemarin, saya jadi semakin merasa benar. Kalau Tuhan di pihak saya, siapa yang akan jadi lawan saya? Saya menceritakan hal ini ke rekan kerja saya, menekankan lagi bahwa saya berada di pihak yang benar.

Anehnya, hati saya terasa berat. Dari dua Firman Tuhan yang dibaca kemarin, saya berkesimpulan Tuhan tidak menentang saya, bahkan membenarkan. Lalu apa yang salah? Rasa berat itu seperti tidak mau pergi. Saya jadi kebingungan sendiri. 

Hirarki

Hati-hati dengan hirarki...

Begitu bos saya mengakhiri percakapan kami. Mata saya terpaku pada kata hirarki. Pikiran saya menggambarkan kata ini sebagai tangga, ada anak tangga yang di bawah, ada juga anak tangga yang di atas. Saya mengerti bos saya mengaitkan kata ini dengan jabatan di kantor. Tetapi kata ini seperti menggelitik di hati dan pikiran saya. Ada yang salah, nih!

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...