Sunday, June 25, 2017

Kecewa dan Putus Asa

Belakangan ini, saya merasa sering kecewa dan putus asa dalam beberapa hal. Tidak usahlah saya beberkan penyebabnya. Saya hanya ingin membahas dua perasaan ini karena memang tidak terhindarkan di dalam hidup. Perasaan kecewa banyak saya rasakan ketika sudah melakukan kebaikan kepada orang lain, saya malah diperlakukan tidak baik. Perasaan putus asa saya rasakan ketika Bapak saya meninggal dunia. Tidak pernah saya merasakan putus asa sedalam itu sebelumnya sampai hari itu. Rasanya saya tidak akan pernah melupakannya.

Kecewa dan putus asa menorehkan trauma dalam jiwa seseorang. Reaksi yang diberikan seseorang terhadap kedua perasaan ini membentuk pribadi seseorang, menjadi seorang pemaaf atau pendendam, dingin atau tetap hangat. Iman seseorang pun diuji dalam kekecewaan dan keputusasaan. Apakah imannya dari emas ataukah dari jerami? Jika imannya dari emas, maka kecewa dan putus asa hanya akan membuatnya bangkit dan bersinar. Jika imannya dari jerami, maka kecewa dan putus asa akan membuatnya 'terjatuh dan tidak bisa bangkit lagi'.

Sebagai seorang melankolik-flegmatik, saya tidak terlalu senang berurusan dengan orang. Namun, ketika harus mendengarkan keluhan orang lain, saya mendengarkan dengan baik, bahkan berusaha 'merapikan' hidup mereka. Saya bisa menjadi semakin terikat dengan orang lain ketika sering berhubungan dengan mereka. Jadi, ketika hubungan tidak berjalan semestinya, sakitnya tidak terkatakan. Rasanya seperti saudara sendiri yang memutuskan hubungan. Saya sering harus menyadarkan diri sendiri bahwa tidak ada yang abadi di dalam dunia, bahkan hubungan baik pun terkadang harus berakhir.

Di dalam kekecewaan dan keputusasaan, saya datang dalam doa kepada Tuhan Yesus. Saya ceritakan saja semua yang saya rasakan, seperti dua orang sahabat sedang berbicara. Terkadang, saya tidak berbicara, hanya airmata saja yang menetes. Setelah itu, saya akan memohon pada Tuhan Yesus untuk memulihkan hati saja, memberikan kemampuan mengampuni orang lain dan diri saya sendiri. Saya ulangi lagi komitmen untuk menjalani hidup yang benar, sesuai dengan perintah Tuhan, di dalam kekecewaan dan keputusasaan yang saya alami.

Sepanjang hidup saya, tidak pernah kecewa dan putus asa menyebabkan saya kehilangan arah ataupun terpuruk sampai tidak bisa bangkit. Saya ingat kejadian waktu sedang ber-arung jeram, saya terlempar ke luar perahu, masuk ke sungai, saya berpegang pada tali pengaman. Tali itu membuat saya bisa kembali masuk ke dalam perahu dan melanjutkan perjalanan menyusuri sungai sampai tujuan. Tuhan Yesus-lah pegangan saya di dalam hidup, membuat saya tetap berjalan di jalan-Nya meskipun badai kecewa dan putus asa menerjang. 

Ada lagu sekolah minggu yang bagus sekali menggambarkan hal ini:
Percaya pada Yesus itulah untungku, Dia hiburkan hati yang susah. Percaya pada Yesus itulah untungku, hidup senang (kekal) selamanya. Inilah untungku, dalam dunia yang gelap. Jika di hatiku, Yesus tinggal tetap.

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. 
(Filipi 4:13)

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...