Thursday, December 8, 2022

Hidup Lebih Berharga Dari...

Pagi ini, setelah renungan pagi bersama, kami dikabari berita yang kurang menggembirakan mengenai kondisi kesehatan seorang rekan kerja yang sudah lama sakit. Setelah menjalani pemeriksaan menyeluruh, hasil laporannya ternyata tidak baik, stadium 4, lanjutan dari penyakit yang dulu pernah dinyatakan sudah "bersih". Kali ini, dengan kondisi tubuh yang tidak lagi sekuat vonis pertama, dia tidak mau menjalani kemoterapi. Dan, yang paling mengganggu dari semua berita itu adalah dia mengatakan kali ini rasa takut dan khawatirnya lebih besar dibandingkan yang pertama. 

Saya turut sedih, ingin menghibur, tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Semua kata, rencana yang ingin kami kerjakan sepertinya tidak ada yang akan dapat menghibur dia. Dan yang lebih mengkhawatirkan, ketika kami berkunjung, mungkin dia akan iri dengan kondisi kami yang masih sehat. Ini bukan mengada-ada. Dulu ada seorang ibu, orangtua teman saya yang sudah lama menderita penyakit lupus dan membuatnya harus mengkonsumsi obat banyak sekali, mengatakan kepada saya, "Senang ya kamu masih sehat!" Mendengar ini, saya bukannya merasa bahagia, tetapi hati saya tersadar, "Inang ini iri dengan saya!" Jadi, begitulah, rencana hanya rencana untuk mengunjungi rekan kerja saya ini.

Kembali ke berita mengenai rekan kerja kami yang sakit. Dia menyadari bahwa waktunya di dunia ini tidak akan lama lagi. Dan, ada perasaan takut yang lebih besar lagi. Kematian memang sangat menakutkan. Pernah saya diberikan sedikit pengenalan mengenai rasa takut terhadap kematian ini dalam suatu mimpi. Ketika itu, saya bermimpi diperhadapkan pada tiang pancung karena iman kepada Yesus. Saya berpikir saat itu bahwa saya tidak ingin mati sampai membuat kedua lutut saya gemetar. Saya menangis ketakutan. Tetapi, memikirkan pilihan satunya lagi, yaitu harus menyangkali Yesus, saya merasa tidak sanggup. Saya tidak sanggup hidup tanpa Yesus. Dan, saat itu saya berkeputusan, biarlah saya pergi kepada Sang Juruselamat dunia saat itu juga, jika memang hidup tidak mengizinkan saya bersekutu dengan-Nya.

Beberapa kali, saya masih melihat status WA rekan kerja saya. Kadang dia mengeluh, kadang berusaha menguatkan harapan dengan posting ayat-ayat Alkitab. Saya sedih. Bagaimana pun, hidup lebih berharga dari segala pencapaian. Namun, hidup tidak selamanya di dunia ini. Itu adalah fakta yang tidak menyenangkan tetapi harus direngkuh dengan seerat-eratnya. Siapa yang dapat melepaskan dari 'sengatan' maut? 

1 Korintus 15:55-57

Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? " Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...