Saturday, June 29, 2019

Ketekunan

Kalau kamu pernah ke perpustakaan atau memang bekerja di situ seperti saya, kamu pasti bisa membayangkan jenis orang yang paling sering berkunjung ke sana. Saya mau cerita tentang salah satu pengunjung berkacamata yang selalu membawa laptopnya kemana-mana. Di sekolah saya, dia itu salah satu tim pengembangan kurikulum sekolah. Kalau sedang tidak 'dikuasai' oleh pemikiran sendiri, dia akan menyapa saya kalau masuk ke perpustakaan. Sebaliknya, dia 'melengos' saja dengan laptop di tangannya, kadang dengan kuping yang 'disumpel' headset. Yang lebih ajaib lagi, dia suka berbicara sendiri. Dia tahu loh saya suka kaget kalau tiba-tiba dia berbicara pada seseorang padahal hanya kami berdua di dalam. Ah, ada-ada saja memang. Sebelum dia mengingatkan saya untuk tidak terkejut dengan perilaku 'ajaib'nya ini, saya sudah jauh lebih dulu memakluminya. Sesekali, dia suka berbincang-bincang bahkan melucu, yang sama sekali gak lucu, jadi saya harus memaksa bibir dan mulut tertawa. Melucu bukan talentanya, jadi harus dihargai jika dia sudah berusaha :D

Kemarin, saya dan rekan pustakawan sedang mengerjakan laporan. Dia sudah ada di sana, bahkan sebelum saya datang. Saya menanyakan beberapa buku yang dipinjamnya yang seharusnya sudah dikembalikan. Dia datang ke meja kerja saya dan mengatakan akan mengembalikan saat itu juga dan akan mengambil ke ruangannya. Belum sampai di pintu, dia kembali lagi karena teringat mobilnya dibawa isterinya, Rekan kerja saya yang berbakat jadi entah polisi, entah detektif, menimpali obrolan kami dengan serentetan pertanyaan sampai ke bagian perolehan gelar dan kekayaan si Bapak. Dengan mata dan kacamata yang besar, si Bapak semangat sekali memberitahukan tentang 'keberhasilan' nya mendapatkan 3 gelar S2, dan 2 gelar S1. 

Iya, kamu gak salah baca, dan saya gak salah ketik. Teman saya langsung memuji kepintaran Bapak itu. Namun, si Bapak menolaknya, dan mengatakan bahwa dirinya bodoh. Lima kali ia mengulang mata kuliah Statistika di S1 dan tidak pernah mendapatkan beasiswa. Itu bukti kebodohannya, menurut dia. Namun, kalau ada satu hal yang Tuhan anugerahkan kepadanya dalam pencapaian ini adalah ketekunan yang besar. Ketika dia mengatakan hal ini, saya teringat satu ayat di Pengkotbah 9:11 yang mengatakan "Lagi aku melihat di bawah matahari bahwa kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat, dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat, juga roti bukan untuk yang berhikmat, kekayaan bukan untuk yang cerdas, dan karunia bukan untuk yang cerdik, karena waktu dan nasib dialami mereka semua."

Gak cuma itu saja yang dibagikan tetapi dia juga membagikan bagaimana memperoleh 4 rumah yang dimilikinya padahal hanya dari gaji. Intinya dia mau memberikan nasihat bahwa meskipun kita memiliki gaji besar yang cukup untuk menikmati hidup, kita harus merencanakan untuk hari tua, masa tidak produktif, namun pengeluaran tetap ada. Dia membagikan strategi investasinya, belum semua tetapi saya akan mengejarnya supaya dapat semua hehe. Salah satu, mungkin strategi dasarnya adalah menyisihkan 40 persen dari penghasilannya. Itu harus, menurut dia. Dia menamai temuannya ini Teori Ditonian, jika "bisa gratis, kenapa musti bayar, jika bisa diskon, kenapa bayar penuh, jika bisa dibayar, kenapa harus gratis". Hal lain dari teorinya itu adalah "selalu ada jalan belakang untuk mendapatkan tujuan kita". Dia menyarankan agar kami banyak belajar dari Engkoh-engkoh jualan beras karena menurutnya banyak yang cerdas dalam hidup meskipun tidak tinggi pendidikannya. Rasanya sih sulit buat saya untuk mengikuti sarannya yang terakhir ini. Yang saya bisa kerjakan ya, banyak mengobrol dengan banyak orang, begitu saja sih. 

Dari seluruh pembicaraan kami, saya dan rekan kerja mendapatkan donat dari si Bapak haha. Selain itu juga, kami mulai berpikir tentang menjalankan hidup dengan mulai melirik keterampilan mengatur keuangan. Uang bukan segalanya, tetapi kami tidak mau bergantung kepada orang lain dalam hal ini. Lebih baik kami memberi daripada menerima. Dan untuk melakukan hal ini, tentu saja bukan kebetulan, kami bisa mendengarkan pembicaraan panjang dari si Bapak. Ketekunan, meskipun tidak pintar atau pun tidak berbakat. 


No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...