Monday, March 5, 2012

Hati Baru


Tia kecil tak henti-hentinya meraung-raung, tangan kecilnya berusaha menggapai tubuh ibunya yg sudah tidak terlihat lagi. Keringat membasahi tubuhnya, ketakutan merajai hatinya kini. Liar matanya mencari-cari sosok pemberi kenyamanan dalam hidupnya itu, tetapi sia-sia saja. Sepasang tangan kekar menahan tubuh kecilnya.
Naluri kanak-kanaknya seperti sudah mengerti bahwa kepergian ibunya kali ini berbeda dari sebelumnya.

Ayah Tia bekerja sebagai seorang kapten kapal sering meninggalkan rumah. Sebab itulah, ibunya yg muda dan cantik sering mendapatkan tawaran kencan dari teman-teman koleganya yang jatuh hati dan berusaha menggunakan kesempatan kesendirian ibunya ini. Tia bangga pada ibunya yang selain cantik, dia juga pintar dan menyayangi keluarga terutama dirinya.

Yang tidak bisa Tia mengerti, ayahnya selalu berlaku kasar terhadap ibunya. Terselip di dalam hati Tia kecil tekad untuk membawa ibunya menjauh dari ayahnya jika dia sudah besar nanti. Namun sebelum niatnya ini terwujud, sang ibu pergi meninggalkan dirinya karena ketahuan berselingkuh dengan mantan pacarnya dan ayahnya langsung menceraikannya. Pengadilan memberikan hak perwalian kepada ayahnya setelah memberikan sejumlah uang kepada kenalan-kenalannya yg bekerja di pengadilan itu.

Sejak saat itu, Tia menutup dunianya untuk orang lain. Tia kecil tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan pandai namun kepergian ibunya membawa trauma mendalam baginya. Dia berhenti berbicara, selalu menyendiri, menatap ke luar rumahnya yang besar, berharap sang ibu datang dan menjemputnya. Tia sangat merindukan ibunya, namun penantiannya tak kunjung usai. Akhirnya, hatinya berhenti berharap. Dia sadar, ibunya lebih memilih mantan pacarnya daripada putrinya sendiri.

Sebenarnya sang ayah tidak pernah berlaku kasar terhadap dirinya, hanya saja, mereka tidak pernah berkomunikasi. Sejak dulu. Ayahnya adalah sosok pria yang tidak pernah dikenalnya. Seorang yang benar-benar asing. Permintaan Tia selalu dipenuhinya, apapun, kecuali waktu bersama dengannya.

Tia lelah terus menerus berharap di dalam hidupnya. Harapan yg tidak pernah terwujud seperti algojo bengis yg tak henti memecut dirinya. Benar kata orang, manusia yang kehilangan cinta, kehilangan segala-galanya. Dia merasa miskin karna tidak ada yg menginginkannya. Dia ingin bunuh diri saja. Toh, tidak seorang pun akan menangisi kepergiannya.

'Bagaimana aku harus mati?' Beberapa pilihan sudah ada di benaknya. Akhirnya terpikir satu cara yang baginya cepat dan tepat. Ditembak di kepala. Dan untuk ini, dia membutuhkan orang untuk menembaknya. Dia memikirkan beberapa orang yang kemungkinan sangat membencinya sehingga mau menembaknya. Dia sendiri akan gentar kalau dia yang harus menembakkan pistol itu sendiri ke kepalanya. 

Semua persiapan sudah beres, tinggal perlu seseorang yang sangat membencinya sehingga mau melihat dia mati. Terpikirkan sebuah nama, Yayang. Pastinya dia bersedia karena tunangannya berselingkuh dengan Tia sebulan sebelum hari pernikahan mereka. Tia sengaja melakukan itu karena tunangan Yayang berwajah tampan. Namun, Tia lekas merasa bosan dan memutuskan hubungan dengannya.

Dia tahu dimana harus mencari Yayang. Dia sering mangkal di pinggir jalan di perumahan rakyat sebelah kompleks rumahnya, menjual nasi goreng. Pekerjaan ini dilakukannya menjelang sore untuk membantu keuangan keluarganya.

Tia bergegas keluar dari rumah mewahnya untuk menemui Yayang. Ditepuknya bahu Yayang begitu melihatnya dan berkata, 'Yayang, lu mau ga bantu gue?' Yayang yang sedari tadi sibuk menggoreng merasa terganggu dengan sapaan Tia. 'Apaan sih lu? Udah sana, cari aja orang lain yg mau bantuin lu. Gue sibuk,' jawabnya ketus.

'Yayang, gue ga akan ganggu lu lagi kalo lo mau bantu gue, kali ini aja. Lagian, bantuan gue ini ada duitnya, loh' bujuknya tak kalah. 'Ah, brisik lu, jangan ganggu gue,' jawabnya lagi. 'Ok, kalo lu ga mau, gue bakal bayar preman untuk ngerusak gerobak dagangan lo ini,' sahut Tia mengancam.

Yayang tidak berkutik. Dia tahu Tia tidak berperasaan dan dia akan selalu menepati perkataannya. Yayang menatapnya tidak senang, dia berlalu sebentar mencari adiknya untuk menggantikan dirinya melayani para pelanggan.

Tia tersenyum menang. Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, Yayang mengikutinya dari belakang, tanpa berkata apa-apa.

Setibanya di rumah, Tia menawari Yayang dengan minuman segar dan makanan enak. Yayang memandangi sajian di hadapannya dengan curiga. 'Tenang, gue ga bermaksud ngeracunin lo. Janji!' katanya sambil tersenyum. Ragu-ragi, Yayang belum makan malam tergiur juga untuk mencoba makanan itu.

'Lo harus makan yg banyak karena ada tugas khusus buat lo. Dan bayarannya oke punya . Nih !' Tia mengeluarkan koper berisi uang yg banyak yg cukup membuat Yayang tersedak. Penasaran, Yayang terus mendengarkan perkataan Tia.

'Selesaikan dulu makan lo, nanti kita bicara di atas, di kamar gue, gue mandi dulu ya!' Ditepuknya pundak Yayang dengan riang dan berlalu ke kamar mandi sambil tersenyum. 'Ternyata mati itu tidak sulit selama punya musuh dan uang' Tia membatin.

Tia masih mendapati Yayang yang duduk di dekat koper uang dan memandangi segepok uang yang ada di tangannya. Mata mereka bertemu. Tia tersenyum. 'Yang, gue tau lu benci banget ama gue gara-gara si Tomi jadian ama gue, kan?' Kilatan kebencian dan kesedihan keluar dari kedua mata Yayang. Tia pura-pura tidak melihat. Tia menyerahkan amplop coklat yang agak menyembul.

'Gue udah sediakan segala yang lo butuhkan untuk bikin gue mati. Nih, ada pistol, gue beli di pasar gelap, jangan kuatir, ada peredamnya kok, terus kalo lo mau nembak, pake dulu sarung tangannya supaya ga ada bercak sidik jari lo, abis itu, lo pindahin tuh pistol ke tangan gue, jadi seakan-akan gue mati bunuh diri. Gue juga udah pesen ke orang-orang yang jaga di rumah ini supaya mereka sepakat untuk bilang gue mati bunuh diri. Udah gue kasih uang tuh orang-orang.' Tia menjelaskan semua ini dengan enteng, seakan-akan mengajari seseorang untuk menggunakan mainan baru.

Yayang terpana mendengarnya. Dia yakin sekali Tia sudah benar-benar sinting. Anehnya, tiba-tiba rasa benci itu lenyap tergantikan dengan rasa prihatin. 'Heh, kenapa bengong, udah tenang aja sih lo, ini uang bakal jadi milik lo seutuhnya, ga akan membahayakan lo, percaya deh.' Yayang memandangi pistol yang kini sudah berpindah ke tangannya yang gemetar. Selama ini hanya di film saja dia melihat barang yang namanya pistol. Rasa ngeri meliputi hatinya yang membayangkan apa yang dapat dilakukan oleh barang ini.

Yayang menatap mata Tia dengan sungguh-sungguh, sambil melinangkan airmata. 'Tia, gue ga sanggup membunuh lo.' Tia mengeryitkan keningnya, tidak senang, 'Kenapa lagi sih lo? Kan udah gue jelasin semuanya. Kurang ya uangnya?' Yayang menggelengkan kepalanya, yakin. 'Ga, Tia, gue ga sanggup karena...karena...gue ga benci lagi ama lo. Bener, Tia, gue ga benci lagi ama lo.' Tia melengos, terduduk kecewa.

'Ternyata lo ini aneh dan bego, ya. Mana mungkin lo ga benci ama gue setelah gue rebut Tomi dari lo. Lagian gue juga udah sengaja ngerjain lo selama ini karena gue anggap itu lucu. Sekarang lo bilang ga benci ama gue. Lo ga punya otak atau hati, sih?' suara Tia meninggi karena kesal Yayang menolak permintaannya. Yayang hanya memandang Tia lalu bersiap untuk pergi dari kamar itu. Tia berteriak, 'Eh, lo bisu ya sekarang? Jawab pertanyaan gue, lo ga punya otak atau hati?' Yayang membalikkan badannya, menjawab, 'Tia, gue punya dua-duanya. Dan gue punya hati yang baru. Gue juga baru tahu artinya memiliki hati baru. Terima kasih, Tia, lo udah membuat gue sadar. Gue pulang dulu, ya! Jaga diri lo baik-baik.'

Sebelum Yayang menyentuh gagang pintu kamar itu, Tia mencegatnya. 'Lo ga lagi mabok, kan? Apa sih maksud lo, hati yang baru itu? Baru transplantasi hati, ya? Emang lo punya duit?' pertanyaan itu bertubi-tubi dilontarkan kepada Yayang. Yayang tersenyum dan menjelaskan, 'Gue ga mabok, Tia, ini memang benar-benar keajaiban , tanpa operasi malah.' Tia menyentuh tangan Yayang. 'Yayang, gue mohon ama lo, kasih tau gue gimana dapat hati yang baru itu. Gue butuh banget. Gue ga suka ama hati gue yang ini. Tolong, Yang, bantu gue, sekali ini aja, gue akan sangat berterima kasih ama lo.' Tia menunggu jawaban Yayang dengan mata yang berkaca-kaca.

Yayang juga tidak tahan menahan haru mendengar permintaan Tia. Yayang mengangguk dan menjawab, 'Datanglah ke rumahku besok hari ini sudah terlalu larut, nanti akan gue kenalkan dengan Seseorang yang akan memberikan hati baru itu ke lo.' Tia menunduk. 'Lo yakin dia mau? Gue ini menyebalkan, di dada gue kayak ada tulisan itu, ga ada orang yang suka ama gue.' Yayang balas memegang tangan Tia. 'Tia, gue sudah kenal ama Orang ini. Dia sangat baik, ga pernah menolak orang yang datang dan minta hati yang baru.

Tia mendongakkan kepalanya, menghapus airmatanya dan tersenyum. 'Rasanya gue ga bisa tidur malam ini, pengen banget gue ketemu orang itu.' Mereka berdua tertawa lepas. 

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...