Sunday, May 6, 2018

Kritik


Sebelum libur Paskah lalu, saya memutuskan untuk melakukan medical check up, sebagai bagian dari fasilitas yang wajib saya ambil dari kantor. Fasilitas itu diberikan bagi karyawan yang sudah memasuki usia kepala 4. Saya datang sendirian karena saya tidak cari tahu atau pun bikin janji dengan teman kerja lainnya yang mendapatkan fasilitas tersebut. Untuk menghindari antrian panjang, saya tiba di Siloam Karawaci pukul 07.00. Sebetulnya, saya tidak terlalu antusias melakukan MCU ini, selain karena saya merasa sangat sehat (GR bener :D) juga karena saya percaya rumah sakit itu gudangnya virus. Tiap kali saya pulang mengunjungi teman atau kerabat di rumah sakit, saya akan langsung membawa seluruh baju yang saya kenakan di rumah sakit ke ember cucian dan merendamnya dengan air sabun. Saya juga tidak suka dengan aura kekuatiran, ketidakberdayaan yang terlihat dari orang-orang yang berkunjung ke sana. Intinya, saya tidak suka rumah sakit. Namun, staf HRD kantor sudah mendesak saya untuk mengambil fasilitas itu sebelum masa berlaku habis.

Siloam Karawaci merupakan rumah sakit internasional, jadi perlakuan yang diberikan kepada kami para pasien cukup mewah. Pertama, kami harus mengganti pakaian dengan seragam pasien, dan mengenakan sepasang alas kaki seperti di hotel. Suster memberikan kami sebotol air mineral dengan tas kecil untuk kami bawa-bawa. Ruang tunggu pasien didesain ala hotel, dengan sofa, majalah, TV, serta pojok untuk membuat kopi atau teh. Setelah pemeriksaan, kami dijamu dengan jamuan  ala prasmanan, karena kami harus berpuasa sebelumnya. Pemeriksaan pertama adalah pengambilan sample darah, setelah itu, jantung (wajib), dan kandungan (pilihan).
Pada waktu pemeriksaan jantung, saya percaya bisa melewati tes treadmill tanpa kesulitan. Ketika nama saya dipanggil, saya masuk ruangan dan diminta berbaring di ranjang untuk dipasangi kabel-kabel. Saya bertanya kepada perawat berapa lama saya harus menjalani treadmill dan katanya hanya 15 menit. Saya tersenyum 'belagu', karena di kantor, beberapa kali, saya dan beberapa teman sudah berhasil jogging hingga 30 menit lebih. Setelah selesai dipasangi alat-alat, perawat menawari saya ingin bersepatu atau tidak. Karena saya ingin merasakan semuanya, saya memilih tidak bersepatu. Mesin pun mulai dijalankan. Setiap lima belas menit, kecepatan ditambah. Untungnya, di ruangan itu dipasangi TV yang sangat berguna bagi saya untuk mengalihkan perhatian dari tubuh yang mulai kelelahan. Saya merasa kabel dan alat yang dipasang di tubuh saya ini berat dan membebani. Rasanya dada saya sudah mau pecah karena selain lama, cepat, juga agak menanjak. Akhirnya, 'penyiksaan' itu selesai juga. Keringat mengucur di tubuh saya. Perawat menyuruh saya berbaring lagi, dan cool down. Setelah kabel-kabel dilepas dari tubuh saya, perawat meminta saya menunggu konsultasi dengan dokter jantung.

Tiba saat berkonsultasi dengan dokter jantung, saya diberi tahu bahwa hasilnya jantung saya kondisinya baik, tetapi tidak bugar. Dokter jantung itu tahu bahwa saya sempat kelelahan ketika melakukan tes treadmill hanya dari melihat garis-garis naik turun yang dipegangnya. Dokter menyarankan saya untuk berolahraga lebih banyak lagi. Saya  merasa 'tersinggung' dengan penilaian ini, karena teman-teman kantor tahu saya lumayan rajin berolahraga, seharusnya hasilnya memuaskan. Urusan olahraga ini saya lakukan di sela-sela waktu luang setelah pulang kerja dan kuliah, jadi berolahraga itu benar-benar saya lakukan dengan sengaja dan melakukan serangkaian pengorbanan. Selagi dokter itu menyarankan ini itu, saya mengatakan pada diri sendiri bahwa inilah kenyataannya. Saya tidak bugar, meskipun saya merasa bugar. Saya mengucapkan terima kasih setelah selesai berkonsultasi.

Saya harus menunggu untuk tindakan berikutnya, yaitu ke dokter kandungan. Di ruang tunggu, saya bertemu dua orang teman yang ternyata memilih hari yang sama. Saya senang karena ketegangan dan kekecewaan saya berkurang, setelah tadi mendengarkan hasil pemeriksaan jantung. Sambil bercakap-cakap dengan teman, saya curi-curi pandang melihat orang lain di ruang itu. Ternyata beberapa orang melihat saya juga. Di dalam pikiran saya, mereka juga pasti punya pertanyaan sama. "Ini orang punya masalah medis apa ya?" Tidak salah juga kalau kami saling ingin tahu. Rumah sakit adalah 'bengkel' untuk manusia, untuk memperbaiki organ-organ yang rusak, atau untuk mengecek prima atau tidak organ tubuh setelah bekerja hampir seumur hidup. Sejenak saya tersadar, suka atau tidak, saya perlu rela memeriksakan tubuh saya ke rumah sakit dan perlu terbuka menerima hasilnya.

Kekecewaan saya kedua ketika menerima hasil dari dokter kandungan yang mengatakan bahwa di kandungan saya, sebelah kanan ada kista dan sebelah kiri ada myom. Saya tidak habis pikir kenapa dua benda itu ada di kandungan saya. Tadinya, saya ingin memeriksakan mata karena merasa agak terganggu dengan penglihatan. Tetapi saya urungkan, karena saya ingin berkonsultasi dengan dokter kandungan. Syukurnya, dokter kandungan mengatakan bahwa ukuran kedua benda itu masih normal, keduanya bisa hilang, apalagi jika sudah melahirkan. Hmm, baiklah. 

Di kantor, saya membagikan kekecewaan ini dengan teman-teman. Apalagi hasil tes darah menunjukkan bahwa kolesterol saya berada di angka sedang, jauh dari harapan hasilnya nol. Kata seorang guru biologi, saya harus mengurangi konsumsi kopi, tahu, susu, kacang-kacangan karena semuanya memicu kanker. Teman gereja juga bilang saya tidak boleh menganggap remeh kista dan myom itu. Saya makin cemas dan tidak berdaya. Saya tidak ingin dioperasi, tetapi teman saya bilang harus, karena akan terus membesar. Keyakinan saya akan kesehatan diri sendiri semakin hilang. Saya kesal dan kecewa pada diri sendiri. Seorang teman psikolog mengatakan bahwa kekesalan dan kekecewaan saya itu merupakan penolakan terhadap kritik. Menurutnya, seharusnya saya menerima kenyataan dan deal with it. Iya, sih, tapi....

Sekarang saya sudah lebih bisa menerima kenyataan kesehatan saya itu. Saya lebih memperhatikan asupan tiap hari, memilih kegiatan yang lebih menyehatkan dibandingkan hanya duduk berjam-jam di depan komputer atau tab. Saya menjaga diri agar tidak stress karena bisa memperburuk kondisi. Di atas semua itu, saya lebih mendekatkan diri kepada Tuhan untuk meminta kesembuhan dan hikmat untuk menjaga kesehatan. Juga, supaya segera menikah hehehe.


By the way, it's so good to be back to writing blog again. Hope to do it more routinely in the future. 

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...