Tuesday, March 15, 2022

Pagar Itu


Sebetulnya saya sudah merasa hari ini bakal "spesial". Sudah merasa malas beranjak dari tempat tidur sedari pagi, keluar dari kos juga sudah telat. Tetapi saya bosan di kos. Padahal badan seperti lemas gak jelas gitu. Pergi aman, pulang aman. 

Sore ini hujan, tetapi tidak seperti biasanya, badai. Hujan badainya sudah berlalu sejam yang lalu. Kini yang tersisa rintik berkelanjutan. Setelah memarkir mobil dengan jarak cukup dekat dari sebelah kiri, supaya motor para indekos yang lain bisa masuk dengan mudah, saya menutup pintu dengan semangat. Demi menghindari hujan. 

Sangking semangat, saya tidak menyadari bahwa saya sudah menarik hingga ujung pagar, Saya pikir pagar itu punya stopper. Ternyata, tidak. Pagar itu keluar dari rel dan saya tidak sanggup menahannya. Pagar itu terpelanting ke arah depan. Pagar kecil yang menyertainya ikut terlepas dari engsel. Hati saya sangat kacau. Malu bercampur takut. Malu, karena lagi-lagi saya yang "bikin ulah" di kos ini. Sudah pernah menabrak, menyerempet, dan kali ini menjatuhkan. 

Saya lihat kiri, ada ibu berjilbab menatap kaget. Lalu di sebelah kanan ada bapak pekerja proyek sepertinya menatap begitu saja sambil terus bekerja. Hari itu masih hujan. Tas dan bawaan lainnya sudah ada di depan pintu kos, terbebas dari hujan. Saya pikir hari ini akan panjang. Masalahnya, kalau pagar itu terbelah maka akan merepotkan bahkan membahayakan banyak orang. 

Saya angkat itu pagar dengan semangat yang ada, paha kiri saya terkilir, sakit sekali rasanya, tetapi saya tetap berusaha mengangkat dan menempatkannya pada relnya. Seorang bapak ojek pengantar makanan, dengan jas hujannya, bertanya, "Neng, mau dibantu?" Dia turun dari motornya. Saya lihat antaran makanannya belum lagi sampai ke pemesan. 

"Aduh, paha saya!" saya tidak kuat untuk tidak berucap karena sakit sekali hingga membuat saya menahan napas. Saya membantu si bapak untuk mengepaskan roda pada rel. Saya bermaksud mengambil pintu kecilnya tetapi si bapak melarang. "Biar saya saja Neng!" tetapi tetap saya membantu mengepaskan ke engsel. Pekerjaan "perbaikan" pun selesai. Saya berterima kasih banyak, tidak bisa memberi apa-apa karena berjalan saja sulit. 

Saya pun mengunci pintu. Si bapak melanjutkan pengantaran.

Hujan masih turun. Hati saya bersyukur sekali. Tuhan Yesus baik. Roh Kudus baik. Bapa di surga baik. 


No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...