Wednesday, April 17, 2013

Persembahan : besar atau kecil?

Tadi pagi, saya dan rekan kerja membaca renungan dari kitab Lukas 21:1-4 mengenai persembahan seorang janda. Ayat yang ditekankan pada Lukas 21:1-4 "Sebab mereka semua memberi persembahan dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan seluruh nafkah yang dimilikinya." Mengutip dari buku renungan yang kami pakai, saya setuju dengan bagian kemiskinan bukan alasan baginya untuk tak memberi persembahan kepada Allah! dan Ia meletakkan kepercayaannya kepada Allah, bukan pada uang yang ia miliki!

Sementara rekan saya membacakan penjelasan dari renungan itu, saya berdoa dalam hati apakah ada pesan lain yang Tuhan ingin sampaikan. Saat giliran saya yang menyampaikan komentar, inilah yang saya dapatkan dan saya yakin berasal dari Roh Kudus.
Bagi orang percaya baru, apalagi yang tidak berasal dari keluarga Kristen, memberikan persembahan dalam bentuk uang sering menjadi pertanyaan. Mengapa orang Kristen 'harus' memberikan persembahan? Walaupun sudah banyak pendeta yang akan berdoa seperti ini, "Tuhan, berkatilah mereka yang memberi dan belum bisa memberi" sehingga mereka yang tidak mampu atau tidak mau memberikan uang mereka tidak merasa terbebani. Tetapi benarkah tidak ada keharusan dalam memberikan persembahan di dalam iman Kristen?

Menarik sejarah ibadah orang Israel di dalam Perjanjian Lama saat menghadap Tuhan, mereka tidak datang dengan tangan kosong, janganlah ia menghadap hadirat Tuhan dengan tangan hampa, tetapi masing-masing dengan sekadar persembahan, sesuai dengan berkat yang diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu - Ulangan 16:16b-17. Jadi pertanyaan harus atau tidak memberikan (membawa) persembahan itu sudah terjawab, yaitu HARUS. Pertanyaan lainnya, berapa jumlah yang harus diberikan? Itu juga sudah terjawab di ayat di atas, sesuai dengan berkat yang diberikan kepadamu oleh Tuhan Allahmu. 

Biarpun situasi pemberian persembahan oleh janda miskin hanya diceritakan dalam 4 ayat, saya melihat hal ini menarik sekali bahwa Yesus Kristus membiarkan para murid mengamatinya dan memberikan pengajaran kepada mereka. Begitu banyak orang yang memberikan persembahan saat itu, tetapi lampu paling terang terarah kepada janda itu, demikian kira-kira kalau kisah ini naik panggung sandiwara. Apakah Yesus Kristus menyukai persembahan yang sedikit jumlahnya? Menurut saya tidak juga karena Yesus Kristus memuji persembahan Maria Magdalena yang membeli parfum yang begitu mahal hanya untuk 'dihambur-hamburkan' meminyaki kaki Yesus. Tidak, bukan jumlahnya, besar atau kecil. 

Pujian Yesus kepada janda miskin dan Maria Magdalena membuat saya berpikir mengenai benang merah (persamaan) yang ada di dalam diri keduanya. Saya berkesimpulan, Yesus Kristus yang adalah Tuhan melihat jauh ke dalam batin kedua perempuan itu. Ia melihat hati mereka saat membawa persembahan itu ke hadapan Tuhan. Mereka begitu ingin memberi sampai-sampai jumlah tidak lagi menjadi masalah yang penting mereka datang tidak dengan tangan hampa, suatu bentuk ketaatan terhadap perintah Tuhan. Tetapi tidak berhenti sampai di sini saja, saya pikir. Baik janda miskin dan Maria Magdalena memberikan persembahan mereka tidak dengan terpaksa atau bersungut-sungut karena memikirkan problema duniawi, kondisi perekonomian ataupun apa kata orang. Tuhan sangat menyukai para pemberi yang bersukacita. 

Saya percaya mereka berdua tidak sekadar memberikan persembahan yang kelihatan tetapi juga mempersembahkan hidup mereka. Mereka yang pernah melewati permasalahan duniawi demi menaati perintah Tuhan pasti mengerti bahwa mereka sedang menyerahkan hidup mereka kepada Tuhan. Inilah persembahan sesungguhnya yang Tuhan idamkan dari umat-Nya. Inilah yang ingin diajarkan Yesus Kristus kepada para murid. Tindakan memberi persembahan harus juga membuat kita memberikan diri kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Tuhan. Itulah ibadah kita yang sejati. Itulah persembahan yang sejati. 

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...