Monday, April 15, 2013

Three cups of tea

Dari awal buku ini tiba di perpustakaan tempat saya bekerja, saya sudah tertarik dengan gambar sampul dan judulnya yang unik. Lalu, saya baca resensi singkat di bagian belakang buku. Oh, ternyata tentang seorang pria berkewarganegaraan Amerika yang mendirikan sekolah di K2, puncak tertinggi kedua setelah Himalaya, sebuah daerah yang tidak ada di peta bernama Korphe. Selama berbulan-bulan, buku itu tidak saya baca isinya dan hanya berdiri manis di antara tumpukan buku-buku pendidikan lainnya. Hingga suatu hari,
seorang guru minta saya memberikan saran buku pendidikan yang baik untuk memotivasi anak belajar. Saya rekomendasikan buku ini. Beliau juga malah mengambil buku yang lain untuk dibaca. Saya sendiri masih yakin buku itu menarik, jadi saya mengambil buku itu dari rak dan berkomitmen untuk membacanya sampai selesai. 

Saya tidak salah, buku itu memang bagus sekali. Karena saya pernah naik gunung, jadi awalan cerita yang dimulai dengan Greg tersesat di gunung hingga 2 kali membuat saya tidak dapat tidak terus membaca kisah tersebut. Saya merasakan kegigihan Greg untuk tetap hidup dan betapa teman-temannya, salah satunya seorang porter Pakistan bernama Mouzafer, berusaha keras menemukan dirinya. Ketersesatannya yang kedua kali inilah yang mengubah seluruh jalan hidup Greg, dari pendaki gunung biasa, yang awalnya naik ke K2 untuk meletakkan kalung batu sebagai penghormatan kepada adik perempuannya, Christa, yang meninggal karena epilepsi, menjadi seorang aktivis pendidikan yang berjuang untuk mendirikan sekolah-sekolah di daerah-daerah pertikaian, Pakistan dan Afganistan. 

Hatinya terenyuh ketika melihat sekelompok anak Korphe belajar di luar rumah tanpa guru dengan tekun sehingga ia berjanji akan mendirikan sekolah di sana. Ia harus mengumpulkan sejumlah uang di Amerika dengan cara menulis surat kepada orang-orang terkenal yang kira-kira akan membantunya, tetapi tidak satu pun mendapat balasan. Tetapi kemudian dari himpunan pendaki Himalaya, Greg berkenalan dengan seorang jutawan yang mau membiayai pembangunan sekolah itu, Jean. Ternyata perjuangan mendirikan sekolah di Korphe mendapatkan banyak tantangan, dari pertikaian dengan penduduk desa lainnya yang ingin dibangunkan sekolah, perjalanan yang sangat jauh, hingga pembangunan jembatan. Semua dilalui dengan kegigihan dan bantuan dari penduduk Muslim setempat yang percaya bahwa pendidikan akan membawa perdamaian di kawasan mereka. 

Pendidikan yang diberikan kepada anak-anak Korphe tidak hanya diperuntukkan kepada anak laki-laki saja, tetapi juga anak perempuan. Sejak itu, anak-anak perempuan tidak lagi dianggap kelas dua, tetapi mereka dipercaya juga mampu membangun kawasannya. Kebanyakan anak laki-laki yang melanjutkan studi ke luar Korphe tidak pernah kembali membangun desanya, berbeda dengan anak perempuan. Pekerjaan pembangunan sekolah ini juga membuat Greg yang tadinya sangat fokus dengan hasil yang cepat, menjadi seorang yang lebih mengutamakan membangun hubungan dengan orang-orang yang diajak kerjasama, atas saran dari pemimpin desa Korphe, Haji Ali. Beliau mengajarkan Greg untuk minum teh selama para pekerja membangun sekolah, satu cangkir teh maka Anda orang asing, dua cangkir teh maka Anda adalah tamu kehormatan, tiga cangkir teh maka Anda adalah keluarga, dan kami akan berjuang untuk keluarga. 

Buku ini mengisahkan tentang persahabatan antarmanusia, terlepas dari agama, kewarganegaraan, suku, demi satu tujuan bersama yang diidam-idamkan, yaitu perdamaian. Saya sangat menyukai kisah ini karena memberikan perenungan baru buat saya tentang kepedulian terhadap orang lain mengatasi semua halangan keuangan, politik, orang-orang jahat sehingga membuat semuanya terjadi. Saya juga percaya bahwa Tuhan berpihak pada orang-orang miskin, tertindas dan sengsara seperti salah satu kalimat yang dikatakan Greg di dalam buku ini. Greg mengingatkan saya pada tokoh sepanjang jaman yang peduli terhadap orang lain, Yesus Kristus. Saya pikir orang-orang seperti ini memiliki hidup berkelimpahan, jauh lebih baik memuaskan daripada orang kaya. Hidup yang menjadi berkat bagi orang lain. Bukankah itu juga yang diajarkan Yesus Kristus di dalam hukum utama, Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri?

Buku ini juga dilengkapi dengan wawancara dengan putri pertama Greg dan Tara, Amira seputar hubungannya dengan ayahnya dan partisipasinya dalam promosi pendidikan di Pakistan dan Afganistan.


No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...