Sunday, November 24, 2013

Just Lucky?

Sabtu kemarin, saya pergi ke salon untuk make over rambut yang udah tumbuh uban dan mulai kelihatan kusam. Saya pilih 3 jenis treatment yang proses pengerjaannya tuh bisa berjam-jam karena harus antri juga dengan pelanggan lain yang tempat tinggalnya jauh sekali dari salon langganan saya. Biasanya, mereka yang datang ke salon itu memilih treatment lengkap seperti saya karena masalah waktu.


Sejak tiba di salon itu, saya sudah merasa migren akan kumat. Gejala migren mulai terasa semakin menguat. Saya muntah hingga 4 kali di salon itu. Untung, mama dan keponakan saya (usia 3 tahun) datang menemani saat di salon. Semua orang panik di salon itu, menyarankan ini itu, menyarankan untuk istirahat sementara saya tidak bisa beristirahat dengan suara dan bau obat-obatan yang terasa berlipat-lipat kali pekatnya pada saat migren. Pemilik salon bilang saya harus segera dilarikan ke rumah sakit karena pastinya sudah dehidrasi. Salah satu pelanggan menawari saya untuk kerokan. Terasa lebih baik? Tidak juga. 


Sewaktu di angkutan umum, keponakan saya diminta mama saya untuk mendoakan saya. Doa anak usia 3 tahun, "Tu'an Yecus, sembuhkan Bo'u (panggilan bibi dalam bahasa Batak), ini itu, dayam nama Tu'an Yecus, hayeyuyah, amin." Doa sederhana itu membuat migren sedikit demi sedikit menghilang hingga saya tiba di rumah selama 10 menit perjalanan. 

Yang saya tidak tahu, ternyata muntah bisa berakibat kehilangan nyawa. Itu saya ketahui 2 hari setelah kejadian. Teman saya yang pandai sekali soal kesehatan, biarpun cita-citanya untuk menjadi dokter tidak kesampaian, chatting lewat BBM dengan saya dan mengatakan informasi ini. Dia minta saya untuk cek sendiri di google, dan inilah laman yang saya baca. Bahaya muntah. Puji Tuhan, saya selamat, tidak harus minum obat dan tidak perlu di-opname. Just lucky?

Saya jadi teringat bertahun-tahun lalu, sewaktu masih SMA, di pantai Cilegon. Saat itu saya dan kakak sedang asik bermain ombak di sore hari. Sedang asik-asiknya bermain, saya merasa kaki saya tidak mendapatkan pijakan lagi di bawah sana. Saya panik. Saat air laut menuju pantai, pasir berkumpul di kaki saya dan buru-buru saya menggunakan kesempatan itu untuk berlari ke tepi pantai. Tidak berapa lama, pasir di kaki saya ditarik lagi oleh ombak. Dan setelah itu, saya tidak punya pijakan lagi. Saya tenggelam. Saat-saat tenggelam itu, otak saya seperti memutar kembali kehidupan saya dan saya ingat akan dosa-dosa saya. Sejauh mata memandang, saya tidak lihat ada pertolongan. Saya sudah pasrah jika Tuhan memanggil saya di usia 19 tahun dengan jalan tenggelam.

Saya ingat suatu kisah tentang seorang muslim yang dibawa malaikat selamat dari tragedi Mina. Itu kisah dari mulut ke mulut, tidak ditayangkan di media masa. Orang itu berteriak minta tolong kepada Tuhan Yesus Kristus, karena sebelumnya salah seorang tetangga berpesan seperti itu kepadanya, dan dia diselamatkan. Detik itu juga, saya berteriak, "Tuhan Yesus, tolong saya!" Saya tidak tahu apa yang terjadi, tetapi saya lihat ada orang memakai ban mendekati saya, bersama kakak saya. Kami selamat. Just lucky? 

Saat kami mengadakan perjalanan ekspedisi selam tahun 1997, saya dan 5 orang teman melakukan perjalanan darat yang panjang, lima hari hingga ke Riung, Nusa Tenggara Barat. Kami juga harus melewati lautan hingga pelabuhan Bajo malam hari. Saat kami tiba, ombak tinggi sehingga kami merasa mual, pusing, tetapi harus tetap berjalan dengan ransel tinggi. Badan saya mungil, tentu saja, saya tertinggal di belakang sendirian. Teman-teman lain sudah berjalan jauh di depan. 

Di dekat saya, ada 2 orang supir yang saling berebut penumpang. Salah satunya terdorong dan mengenai tubuh kecil saya ditambah ransel berat di pundak. Saya kehilangan keseimbangan. Tanpa melihat saya mengayunkan tangan kiri ke arah belakang dan ada kawat penghubung kapal dan jangkar di dermaga. Jika saat itu tangan saya tidak meraih pegangan, saya pasti sudah terguling masuk ke laut karena dermaga itu tidak bertepi. Tidak seorang pun akan menyadari dengan cepat. Saya selamat. Just lucky? 

Saya juga dulu lumayan sering opname di rumah sakit karena demam berdarah dan tipus. Tahu sendiri bagaimana rasanya makanan rumah sakit. Saya yang dulunya tidak suka makan, tambah tidak suka makan saat dirawat. Suatu kali, saya perlu transfusi darah putih. Saya hanya dengar dokter berkata malam ini harus dilakukan transfusi. Saya sudah tidak bisa makan dan minum, hanya seperti orang muntah tetapi tidak ada muntahannya. Saat itu, saya melihat langit-langit di rumah sakit terbuka. Saya pikir kok saya ada di luar ruangan. Saya lihat malaikat-malaikat kecil seperti di lukisan-lukisan ada di langit sana. Keesokan harinya, saya baru sadar malam itu saya ada dalam kondisi kritis. Tetapi, saya selamat. Just lucky?

Pemazmur berkata "Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang MENYEMBUHKAN segala penyakitmu. Dia yang MENEBUS HIDUPMU DARI LOBANG KUBUR, yang MEMAHKOTAI engkau dengan kasih setia dan rahmat. Dia yang memuaskan hasratmu dengan KEBAIKAN, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali. 

Kata-kata yang saya ketik dengan huruf besar itulah yang terjadi pada pengalaman-pengalaman di atas. Jadi Tuhanlah yang melakukan semua itu. Just lucky? Of course not. Tuhanlah yang melakukan semua itu, untuk maksud membawa kemuliaan bagi nama-Nya. Dan saya, seperti juga pemazmur, akan memuji Tuhan dan tidak akan melupakan segala kebaikan-Nya. 





2 comments:

  1. yes dear, of course you're not just lucky. you are loved by God..

    ReplyDelete
  2. Merci pour ton commentaire, Mme. Witty. Oui, tu es aimee par le Dieu :D

    ReplyDelete

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...