Tuesday, November 5, 2013

Tugas Istimewa

Tugas istimewa diberikan secara mendadak hari ini. Biasanya, saya sibuk mengurusi buku-buku dan administrasi lainnya. Kami pergi mengunjungi seorang anak yang tidak mau bersekolah karena kecemasan yang berlebihan. Kami diantar dengan mobil kantor masuk ke perumahan yang terbilang mewah. Rumahnya pun bagus sekali. Para penghuni rumah pun ramah. Mereka menyambut kedatangan kami dengan senyum.

Anak itu duduk di situ. Saya tidak melihat ada yang salah pada dirinya kecuali wajahnya yang tanpa senyum. Kami pun membujuki dia untuk ikut bersama kami ke sekolah. Segala cara. Segala perkataan. Sesekali anak itu meremas rambutnya dan mengatur napas agar tidak sesak. Rupanya anak itu menderita kecemasan berlebihan dan masih dalam perawatan dokter untuk masalah ini. Hawa di rumah itu berubah menjadi tegang, murung dan sedih.

Saya melayangkan pandangan ke lukisan keluarga. Ada foto keluarga ukuran besar dengan bingkai yang indah, ayah, ibu dan 3 orang anak. Keluarga yang bahagia. Kenyataannya berbeda. Lalu saya menggeser lagi pandangan saya ke lukisan di depan saya. Di situ ada gambar Tuhan Yesus waktu sedang berdoa, bergumul sesaat sebelum disalibkan, didampingi seorang malaikat yang datang menaruhkan tangan pada punggung-Nya. Dan diam-diam, saya berdoa dalam hati agar anak ini mendapatkan pertolongan dari malaikat yang sama. Saya berdoa agar dia memutuskan untuk ikut berangkat ke sekolah bersama kami. Sayangnya, dia tidak mau, biarpun dia tidak mengatakannya.

Tubuh yang kecil itu dikuasai oleh pikiran yang mengganggu kesehatannya. Seorang anak yang seharusnya menikmati masa-masa kecilnya, harus bergulat dengan kecemasan yang parah. Entah bagaimana mulainya, anak itu terus saja mempersalahkan ibunya. Kalimat itu terus yang diulanginya tiap kali rasa pusing mendera. Dia tidak berani bertemu siapapun di sekolah. Justru keadaan terisolasi ini membuat keadaannya memburuk. Hari ini, dia tidak mau melawannya. Tidak mau melawan pikiran-pikiran itu. 

Saya menyayangkan rekan yang menangani persoalan anak itu sama sekali tidak menyebutkan tentang pertolongan dari Tuhan. Saya tidak melihat ada yang salah dengan mendoakan orang yang sedang kesusahan. Seorang anak butuh figur yang selalu mendampinginya. Figur itu bukan dari manusia, tentu saja. Tuhan, Allah Bapa, Roh Kudus, Yesus Kristus yang dapat bersama-sama dengan dia setiap saat. Jika anak itu tidak kuat secara rohani, bagaimanakah dia akan mampu menghadapi masalah yang lebih besar lagi? Seorang anak harus tahu bahwa hidup tidak selalu indah oleh sebab itu mereka butuh Batu Karang yang teguh.

Saya prihatin dengan pendidikan yang hanya menekankan pada pengetahuan. Saya prihatin dengan para guru yang tidak menyatakan iman mereka kepada Kristus dalam menangani masalah-masalah murid dan keseharian lainnya. Saya prihatin dengan ketidakpedulian para orangtua dengan masalah-masalah rohani anak mereka.

2 comments:

  1. wow...pengalaman yang menyentuh.
    ternyata anak-anak seperti itu ada di sekitar kita.tidak hanya cerita dalam buku.
    semoga mereka mendapat kurnia roh kudus sehingga segala beban hatinya bisa terangkat dan bisa menjadi anak-anak terang.
    semoga ini menjadi pelajaran bagi kita juga ya....
    don't judge a person by its house...hahahaha

    ReplyDelete
  2. Terima kasih Mbak Witty untuk komentarnya. Anak-anak itu manusia utuh yang punya kebutuhan rohani yang seringkali terlupakan karena kesibukan orangtua mengurus kebutuhan jasmani. Orangtua dan guru menjadi tonggak penentu perkembangan rohani anak, oleh sebab itu, saya berdoa biar lebih banyak orangtua dan guru yang sadar akan peran istimewa ini dan mengandalkan kekuatan Roh Kudus untu membimbing anak-anak pada kebenaran.

    ReplyDelete

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...