Monday, March 9, 2015

Berawal Dari Kapucino

Percakapan ini terjadi di ruang Teacher Lounge tempat karyawan biasanya kongkow melepas lelah, sarapan, ataupun makan siang sambil ditemani secangkir kopi favorit, kapucino, yang keberadaannya seringkali tidak bisa diduga. 

Saya: ih, Pak Deri gak kasih tau kalo kapucino-nya dah ada lagi!
Pak Deri: yah, kan udah saya pasang fotonya gede-gede tuh di BB saya, terus kasih status...alhamdulilah, akhirnya terjawab semua pertanyaan...Emang gak liat, Ms?
Saya: *sambil tersenyum* gak Pak! Jadi aman nih selama seminggu ini ketersediaan kapucinonya? *sambil isi cangkir kedua*
Pak Deri: Alhamdulillah, aman Ms, sampe seminggu ini *sambil tersenyum senang*
Saya: asikkkk....saya pergi dulu Pak, makasih....

Sambil berjalan menuju ruang saya bekerja, saya terpikir tentang Pak Deri. Dia bekerja sebagai office boy di kantor. Bapak ini banyak disukai karena rajin dan murah senyum. Dan, saya menambahkan satu lagi sifat Bapak ini. Dia menjadikan kebutuhan orang-orang yang dia layani sebagai kebutuhan dia sendiri. Buktinya, "hal sepele" seperti pengadaan kapucino jadi salah satu masalah yang jawabannya membuat dia mengucapkan ungkapan syukur alhamdulilah. Bagi pecinta kopi seperti saya dan teman-teman lain, kami tidak akan marah jika kapucino favorit tidak tersedia, tetapi kalaupun ada, bisa jadi mood booster yang bikin kerja jadi semangat. 

Pikiran saya mengelana terus ke sekelompok orang, termasuk saya, yang menyatakan diri atau dikenal sebagai Hamba Tuhan. Saya belajar dari Pak Deri bahwa melayani tidak hanya melakukan serentetan pekerjaan wajib, tetapi memiliki gairah melakukannya. Seperti Pak Deri, seharusnya kita juga memiliki keinginan untuk berusaha memuaskan yang kita layani. Pemenuhan kebutuhan atau keinginan yang kita layani, dalam hal ini, Tuhan sendiri, harus menjadi sesuatu di dalam hati yang menghidupkan serangkaian pekerjaan yang kita lakukan. 

Tuhan sangat menginginkan jiwa-jiwa tersesat untuk dibawa kembali pada-Nya karena Dialah yang menciptakan mereka. Dia menginginkan milik-Nya kembali pada-Nya. Sebagai pelayan Tuhan, itukah yang sangat kita inginkan juga di dalam hati ataukah ada yang lain? Apakah, saat ada jiwa yang bertobat dan hidup bagi Tuhan, kita juga mengucapkan hal yang sama seperti Pak Deri? Alhamdulilah...puji Tuhan? ataukah, ini semua karena kerja saya? 



No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...