Tuesday, November 27, 2018

Berjalan dalam Hujan

Kalau lagi ada pikiran berat yang cenderung banget, saya kurang bisa menceritakannya dengan orang lain. Semua hal bisa saya ceritakan sebenarnya, tetapi saya tidak akan berharap penyelesaian secara batin jika dibicarakan dengan orang lain. Saya tidak tahu kapan kebiasaan ini dimulai. Saya akan berjalan kaki dalam jarak yang jauh sambil berbicara kepada Tuhan dan diri sendiri. Ketika saya belum mendapat kabar Papa meninggal dunia, jiwa saya sudah merasa sedih, galau duluan. Saya berjalan keliling mal di Bandung, tanpa tujuan, dan membeli sepasang anting. Di dalam hati, saya mengatakan sepasang anting ini akan saya pakai pada penguburan Papa. Entah bagaimana saya mendapatkan perasaan itu, dan memang setiba di wartel, saya mendapat kabar Papa meninggal dunia. Sekarang, saya tidak tahu keberadaan sepasang anting itu.

Semalam, saya mengulangi 'ritual' berjalan jauh. Kali ini karena saya sangat sedih dengan keadaan seorang teman baik yang tidak bisa dibantu karena dirinya menolak dibantu padahal sudah diusahakan sebelumnya. Saya juga sedih dengan teman lain yang memiliki masalah dengan universitas sehingga tidak dapat meneruskan hingga sidang, untuk saat ini. Saya tahu perjuangan teman yang mengerjakan tesis ini, saya menyesalkan keadaan yang menimpa dia. Saya menyesalkan kedua teman saya ini, dan berpikir-pikir apa yang salah.


Malam itu, hujan deras sekali. Saya memilih jalur dari mal ke rumah. Saya bisa saja mampir dulu ke mal untuk menghindari basah karena hujan. Saya sudah bertekad berjalan kaki ke rumah yang jaraknya masih jauh, jadi apapun keadaannya tidak menghalangi niat ini. Dingin. Biasanya saya tidak tahan udara dingin. Dingin itu hanya masalah kondisi di pikiran. Saat itu, pikiran saya panas, jadi udara di sekitar menjadi hangat. Ketika orang lain berteduh, saya menikmati berjalan dalam hujan. 

Sekitar 20 menit berjalan, saya masuk ke warung mie ayam yang saya suka. Cuma saya yang ada di sana, yah tentu dengan penjualnya. Enak dan menyegarkan. Cuma sebentar di situ, saya melanjutkan perjalanan sampai rumah. Saya tahu penjualnya mungkin pikir saya ini orang stres, makan dengan baju basah, lalu melanjutkan lagi perjalanan meski masih hujan lebat. Biar saja, tidak peduli saya!

Begitulah, setelah ritual itu, saya merasa lega. Susah diceritakan prosesnya, tetapi saya sudah bisa menerima keadaan. Life must go on! Tidak semua harus saya selesaikan. Kadang yah diterima saja. Saya hanya bisa bersimpati dari jauh. It's none of my business, in a good way.

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...