Tuesday, October 25, 2011

Sang Pemimpin Revolusi


Sebagai warga Jakarta yang baik, saya sudah berkomitmen untuk mengendarai bis umum ke dan dari tempat kerja. Saya tidak mau memberikan kontribusi tambahan bagi udara Jakarta yang terpolusi. Komitmen saya ini juga didukung keadaan saya yang belum bisa beli mobil pribadi :)

Demi tujuan yang mulia ini dan demi kebahagiaan berkendaraan umum di kota Jakarta, saya selalu menjejali tas saya dengan buku-buku maupun majalah-majalah terbitan terbaru. Oh ya, telepon genggam saya juga dilengkapi dengan fitur Audio Player dengan pilihan lagu yang sudah terseleksi baik, sesuai dengan kaidah dan norma yang tersurat dan tersirat di dalam Pancasila.



Walaupun kelengkapan saya sudah terbilang outstanding, terkadang saya memilih aktifitas lain di atas bis. TIDUR. Kalau dibiasakan, ternyata tidur di bis bisa menambah kualitas tidur saya yang minim kuantitasnya di atas tempat tidur. Masker di mulut, tangan tetap di atas tas utama (menghindari musibah kena copet :D), duduk di bangku dekat jendela (bagi para pecinta kulit indah, jangan lupa pakai sunblock SPF15 dan krim siang, ya!), kegiatan ini bisa dilakukan dengan aman dan nyaman!!! Sungguh, tidak ada rekayasa dan fakta ini sudah melewati proses pembuktian berdasarkan obrolan makan siang dengan rekan kerja yang juga menghabiskan waktu di bis.

Suatu hari, ketika raga saya tertidur, sebuah suara membangunkan saya. Setengah sadar, saya berusaha mencari suara melalui kelopak mata saya yang terbuka setengah. Tidak sampai 5 menit, saya dikejutkan oleh pemandangan ajaib beberapa meter di depan saya.

Seorang pria berdandan ala Che Guevara memegang ‘microphone’ terbuat dari batangan kayu secukupnya dan empat lighter yang dipasang berderet pada ujung atas. Kulit gelap, rambut hitam keriting ala penduduk Afrika, gigi depan hilang satu dan yang lain kehitaman. Mata saya menjelajah setiap detil yang menempel di tubuhnya. Ada selendang yang melintang di dadanya dengan tulisan yang tidak bisa terbaca dari jarak pandang saya. Penasaran sebenarnya, tetapi saya mengurungkan niat untuk mendekat, melihat lebih jelas tulisannya. Karena selain akan dianggap orang se-bis aneh, saya pikir juga detil yang satu ini bisa diabaikan setelah berhasil menangkap keseluruhan ‘tema’ kostum yang ingin disampaikan pria ini.

Dengan gagah berani, pria ini menyampaikan orasi yang berisi kecaman terhadap pemerintahanyang sedang berkuasa. Isinya tidak perlu saya ulangi di sini, saya cut karena berisi kemarahan dan kekecewaan secara umum dan detilnya mudah didapat di media massa manapun. Bagian orasinya yang menarik adalah dia mengajukan diri (atau menyatakan diri ya??) sebagai PEMIMPIN REVOLUSI di Indonesia. Benarkah???

Saya jadi melupakan tidur saya dan sekarang proses loading otak saya sudah mencapai 100%. Saya terus mengikuti sampai ke akhir orasinya.

“Sebagai pemimpin revolusi, saya kehabisan AMUNISI. Saya membutuhkan uang untuk membeli amunisi. Bapak, Ibu, Saudara, Saudari, demi kelangsungan revolusi, sumbangan 500, 1000 atau 2000 akan sangat berarti. Saya katakan ini sebagai PEMIMPIN REVOLUSI…” Lalu pria itu menggulung koran bekas yang sudah disiapkan sedari tadi dan kemudian berjalan sambil menyodorkannya ke arah penumpang bis.

Oalah, seniman jalanan toh :)

Komentar saya cuma satu, “…LIKES THIS.” (lengkap dengan gambar JEMPOL ala facebook)

(Tulisan ini saya turunkan sebagai bentuk kepedulian sosial juga sebagai himbauan untuk tidak alergi berkendaraan umum di Jakarta, terutama bagi yang tidak punya mobil atau motor (ya iyalah…:D). Ternyata seru juga, kan, di atas bis :D Tujuan lainnya, semoga pemerintah daerah akan terpacu untuk memberikan layanan yang lebih prima terhadap angkutan umum di Jakarta).

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...