Saya berkenalan dengan Katie, gadis Amerika yang bekerja di Indonesia, kurang lebih 3 tahun yang lalu. Kesamaan kami hanyalah pada status belum menikah, bekerja di institusi pendidikan, dan bergereja di tempat yang sama. Selain itu, kami benar-benar berbeda. Dia berperawakan tinggi, berambut pirang, berkulit putih, berbicara fasih dalam bahasa Inggris (tentunya!), sebaliknya minim berbicara dalam bahasa Indonesia biarpun sudah ikutan kursus bahasa. Sebaliknya, perawakan saya, yah gitu deh, standar gadis Indonesia (jaman dulu hehe) yang tingginya cukup, berambut hitam (sekarang dihiasi dengan rambut putih), fasih sekali berbicara dalam bahasa Indonesia (tentunya!) dan cukup lancar berbahasa Inggris (kalau mood-nya sedang baik), berkulit sawo matang.
Sebetulnya biarpun saya lulus dari kursus bahasa Inggris sampai level tertinggi dan dapat nilai selalu bagus untuk mata pelajaran ini sewaktu bersekolah, saya punya semacam fobia dengan orang asing. Ya, bagi saya, orang bule itu orang asing. Saya tidak ada trauma apa pun di masa lalu tetapi tiap kali harus berbicara dengan orang asing, tata bahasa yang sudah saya pelajari dulu tidak mau keluar dari mulut. Setengah gemetar, saya akan mengeluarkan bunyi yang seringkali ditanyakan ulang oleh pendengar asing ini. Saya merasa cara pikir dan cara hidup mereka sangat berbeda dengan saya.