Thursday, August 21, 2014

Katie

Saya berkenalan dengan Katie, gadis Amerika yang bekerja di Indonesia, kurang lebih 3 tahun yang lalu. Kesamaan kami hanyalah pada status belum menikah, bekerja di institusi pendidikan, dan bergereja di tempat yang sama. Selain itu, kami benar-benar berbeda. Dia berperawakan tinggi, berambut pirang, berkulit putih, berbicara fasih dalam bahasa Inggris (tentunya!), sebaliknya minim berbicara dalam bahasa Indonesia biarpun sudah ikutan kursus bahasa. Sebaliknya, perawakan saya, yah gitu deh, standar gadis Indonesia (jaman dulu hehe) yang tingginya cukup, berambut hitam (sekarang dihiasi dengan rambut putih), fasih sekali berbicara dalam bahasa Indonesia (tentunya!) dan cukup lancar berbahasa Inggris (kalau mood-nya sedang baik), berkulit sawo matang. 


Sebetulnya biarpun saya lulus dari kursus bahasa Inggris sampai level tertinggi dan dapat nilai selalu bagus untuk mata pelajaran ini sewaktu bersekolah, saya punya semacam fobia dengan orang asing. Ya, bagi saya, orang bule itu orang asing. Saya tidak ada trauma apa pun di masa lalu tetapi tiap kali harus berbicara dengan orang asing, tata bahasa yang sudah saya pelajari dulu tidak mau keluar dari mulut. Setengah gemetar, saya akan mengeluarkan bunyi yang seringkali ditanyakan ulang oleh pendengar asing ini. Saya merasa cara pikir dan cara hidup mereka sangat berbeda dengan saya.

Tetapi dengan Katie, berbeda. Saya ingat dialah yang pertama kali membuka diri seluas-luasnya bagi teman-teman Indonesia-nya yang baru. Ia selalu mengiyakan tiap kali kami mengajak kongkow bareng. Teman yang mau-an, begitu istilah saya menyebut teman yang jarang menolak ajakan saya. Saya pun merasa nyaman berteman dengan Katie. Sangking nyamannya, kami sering juga curhat-curhatan, mengenai apa saja. 

Pengalaman-pengalaman menarik saya dapatkan tiap kali kami jalan bareng, di mall, di warung makan, di tempat-tempat hiburan, saya sering mendengar beberapa pria mencoba menarik perhatian Katie dengan bersiul atau menyapa dengan sebutan "Mister". Dari situlah, saya suka berolok-olok memanggil dia dengan sebutan Mister juga. Dan dia akan menanggapi dengan tawa kecil. 

Semakin sering saya bergaul dengan Katie, perbedaan itu seakan memudar. Bahkan seringkali saya merasa heran mengapa orang-orang memperlakukan Katie berbeda. Saya lupa kalau Katie memang berbeda. Saya juga heran mengapa saya bisa lupa tentang kenyataan ini. Saya sampaikan hal ini kepada Katie dan dia tersenyum sambil berkata dalam bahasa Indonesia yang terpatah-patah, "Saya juga lupa kalau saya orang Amerika!"

Saya menarik kasus ini menjadi perenungan yang lebih jauh. Mungkin ini yang dimaksud dengan menjadi saudara dan saudari di dalam Tuhan. Bukan hanya ucapan di bibir saja, tetapi masuk ke dalam hati, menyebabkan kita "lupa" dengan segala perbedaan yang kita miliki. 








No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...