Thursday, January 15, 2015

Seni Mendengarkan

Pertama-tama, saya perlu beritahu bahwa biarpun saya suka menulis, saya ini tidak suka berbicara. Alasannya? Banyak. Saya lebih suka mengamati karena saya punya keyakinan, seseorang lebih bisa dipercaya dari tindakannya, bukan omongannya. Saya juga cenderung berbicara apa adanya. Tidak semua orang siap menerimanya. Saya juga harus lihat siapa yang saya ajak bicara. Bahasa yang saya gunakan tidak sama, antara ke rekan kerja dengan ke murid. Saya juga tidak pandai mengeluarkan mengungkapkan pikiran saya lewat kata-kata verbal. Saya selalu saja mendapati ada sesuatu yang tidak tersampaikan saat saya harus mengekspresikan maksud saya dalam bicara. Masih banyak alasan lainnya, ini saja sudah cukup mewakili.

Belakangan ini, saya didatangi secara teratur oleh seorang murid SMP. Dia senang menceritakan tentang kenalan baru yang didapat dari salah satu sosial media. Mungkin karena saya sudah lama meninggalkan bangku SMP, saya jadi merasa cerita murid ini, yah begitulah :) Ditambah kepindahan ruangan membuat saya banyak pekerjaan yang belum selesai. Jika murid ini sedang bercerita, saya tidak bisa mengerjakan apapun kecuali mendengarkan suara dan melihat ekspresi wajahnya. Semakin saya menanggapi cerita murid itu, semakin banyak dia bercerita.

Akhirnya, setelah cukup lama mendengarkan, dia bercerita tentang pengalamannya yang juga menarik hati saya. Selama liburan, murid ini harus mengorbankan waktu tidurnya untuk menyelamatkan seekor anjing yang ditangkap dan diikat dengan kawat oleh salah seorang pekerja bangunan. Hatinya iba melihat kondisi anjing ini. Lalu, dia menghubungi seorang teman untuk mengerjakan strategi penyelamatan yang sudah direncanakan sebelumnya.


Tanpa rasa takut dan ragu-ragu, saat malam sepi di kompleks rumah murid ini, mereka mengintai keadaan lokasi anjing itu berada. Begitu dirasa aman, mereka mendekati anjing itu dan melepaskan kawat dari leher anjing itu. Anjing itu pun dilarikan ke rumah kenalan murid ini, yang ternyata salah satu klub penyelamat dan perawat binatang liar yang diperlakukan tidak baik. 

Sepanjang murid ini bercerita, saya seperti melihat film petualangan Lima Sekawan dari Enid Blyton versi anak-anak Indonesia :) Saya kagum dengan mereka. Terlepas dari kelebihan dan kebebasan yang mereka punya sebagai anak-anak kota yang tidak bermasalah dengan uang, mereka punya perhatian terhadap mahkluk ciptaan Tuhan yang tidak bisa protes jika dijahati orang. Saya juga kagum, ternyata seorang murid SMP punya cerita lain yang menarik selain kisah cinta monyet pada umumnya.

Ternyata, jika kita mau mendengarkan, penilaian kita akan seseorang akan berubah. Saya teringat dengan tulisan seorang penulis, saya lupa siapa namanya. Dia berkata bahwa ketika dia mulai menulis sebuah kisah, maka akhir kisah itu akan dibuat oleh karakter-karakter di dalam cerita itu. Dia tidak pernah merencanakan akhir cerita itu. Seperti itu jugalah seni mendengarkan, pikiran-pikiran awal di dalam otak kita akan musnah, berakhir dengan kisah lainnya yang tidak direncanakan sebelumnya.  

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...