Thursday, March 10, 2016

I'm Sorry!

Kisah di kos, lagi.

Ada 2 kamar kosong yang terisi. Saya belum kenal mereka. Saya tidak pernah bertemu mereka. Saya tidak suka mereka, bahkan pada saat saya belum berkenalan dan bertemu mereka. Alasannya? Bagi saya, saat itu, alasannya sangat wajar, normal, masuk akal dan manusiawi. Teman sekos yang lumayan dekat dengan saya membenarkan hal ini.

Suatu hari, saya balik kos dan melihat banyak sekali semut berkerumun di depan pintu kamar. Saya mencari-cari penyebabnya. Pintu kamar saya buka. Rupanya, kerumunan semut berakhir tepat depan pintu saya. Kesimpulannya, sumber masalah ada di luar. Saya tidak langsung melihat tempat sampah karena di situ saya hanya membuang sampah kering. Saya keliru. Justru, dari tempat sampah itulah sumbernya. Saya lihat ada bungkus nasi yang dipastikan bukan sampah saya. 


Segera saya ambil pembunuh hama dan menyemprotkan cairan itu dengan beberapa kali tekan. Setelah beberapa saat, kerumunan semut berhenti bergerak. Napas saya pun sesak. Bukan karena merasa bersalah, tetapi saya alergi dengan semprotan semacam itu. Dengan dongkol, saya ambil hp, mulai mengetikkan keluhan kepada penjaga kos saya. 

Di saat teman kos yang lumayan akrab dengan saya kembali dari kantor, saya ceritakan semua. Dan kami, dengan sengaja, mengatakannya dengan suara cukup keras, agar penghuni kamar baru itu bisa dengar, meskipun kami lihat lampu kamar teman-teman baru itu tidak menyala. Kata teman saya, "Siapa tahu angin bisa membaca suara kita dan entah bagaimana, akhirnya mereka dengar." Saya tersenyum. Mungkin.

Malam itu, saya tidak bisa tidur di jam seperti biasanya. Saya curiga teh hijau yang saya minum memberi efek insomnia. Saya bisa mendengar mereka berbincang-bincang dalam bahasa Jawa sambil makan. Setiap gigitan krupuk yang saya dengar, hati saya semakin kesal. 

Saya  membayangkan mereka akan membuang sampah makanan itu di tempat sampah saya. Saya juga sudah menyiapkan 'pembalasan' terhadap mereka. Saya berencana membungkus sampah itu, menggantungnya di gagang pintu mereka dan menyelipkan surat peringatan. Begitulah, saya sibuk membayangkannya malam itu. 

Segera setelah suara di depan kamar saya berhenti, saya keluar. Saya cek tempat sampah. Tidak ada tambahan sampah yang bukan milik saya. Saya tidur. Keesokannya, saya cek lagi tempat sampah itu. Tidak seperti yang saya 'harapkan'. Saya merasa menyesal di dalam hati. 

Saya berpikir, betapa jahatnya hati manusia, hati saya. Memang teman-teman baru itu pernah melakukan kesalahan, tetapi seharusnya saya menegur dengan baik. Saya juga telah memikirkan, merencanakan hal yang buruk, bahkan ketika 'kejahatan' itu tidak terjadi lagi. Saya merasa malu pada diri sendiri. Lain waktu, saya akan mendorong diri berhadapan langsung dengan 'pembuat masalah' daripada hanya bergunjing di belakang. 

I'm sorry, my friends!

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...