Saturday, July 3, 2021

Trauma

Saya mengalami trauma. Ya, saya orang Kristen yang rajin beribadah ini trauma. Kata ini tersirat ketika saya sulit memejamkan mata. Ingatan akan peristiwa itu diputar ulang setiap kali saya menutup mata, ekpresi dan kata- kata kasar itu. Saya mempertanyakan apakah benar tuduhan itu. Saya merasa malu, merasa dimanfaatkan, merasa harus menghilang dalam sepi. Airmata tidak mau berhenti. Hati berteriak meminta pembelaan Tuhan. Saya memikirkan ide yang mampir di kepala, none can deliver me ftom donestic abuse, except me. I must embrace this bitter reality and deal with it. Stand up and be a brave woman.

Sakit hati? Ya, sangat menyakitkan. Tangan saya gemetaran ketika peristiwa itu terjadi. Dia tidak merasa bersalah sama sekali. Dendam? Gak boleh. Dia saudara saya. Kristus mengajarkan untuk mengampuni dan mendoakan. Sulit? Ya dan tidak. Saat ini, saya masih mengalami dampak trauma itu. Saya mengetik ini di tempat tidur pukul 02.34. Sempat tertidur sebentar tetapi terjaga dan gagal memejamkan mata lagi. Saya merasa srndirian dan kesepian. Malu, protes, overthinking mengenai banyak hal. My mom must not know about this. She's just recovered from Covid-19. I must come up like normal. Tidak sulit memaafkan ketika berpikir dia harus bertobat agar beroleh pengampunan Allah. Saya juga orang berdosa. Dan tidak, ini tidak boleh terulang lagi. Saya memisahkan diri demi kewarasan. Dan, airmata ini masih betah mengalir, membuat agak sulit mengetik. I'm too old for all this drama. 

Roma 15:13 Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan.


Friday, July 2, 2021

Kisah Malam Ini

Kisah malam ini merupakan rentetan dari berita pagi di hari Sabtu 19 Juni 2021. Mama gue dinyatakan positif Covid-19. Kami berempat, kakak beradik, bergantian menunggui Mama di IGD Cikini antri mendapatkan kamar perawatan yang baru didapatkan keesokan harinya. Sepanjang hari itu, kami mengganti semua seprei, selimut, baju yang sempat dipakai Mama, masker tidak lepas karena kami 'mencurigai' satu sama lain di dalam rumah. Saya mulai merasa indera penciuman terganggu meskipun indera pengecap berjalan normal. Saat itu berbarengan dengan kondisi badan saya yang sedikit menurun karena haid. Saya juga memusingkan presentasi pada 26 Juni lalu, suatu kesempatan berbicara dalam di ruang internasional, AIFIS-MSU. Pada 21 Juni, kami sekeluarga di PCR dan selama belum ada hasil, kami tidak beraktifitas normal. Hasil PCR dari puskesmas menyatakan bahwa 4 dari kami positif, setelah menunggu selama 3 hari penuh. Kami memutuskan isoman ke tempat lain. Malam ini, di tempat lain itu, saya mengetikkan kisah ini dari tablet Samsung saya. Kenapa? Karena saya kesal. Bukan karena terpapar virus ini tapi karena harus menanggung semua kebutuhan kami berempat selama di sini selama 14 hari. Pengeluarannya tidak murah. Kesal, karena sepertinya tidak ada kejelasan mengenai akhir dari isoman ini. Kesal, karena suara sinetron racun yang tiap malam ditonton dengan setia oleh saudara saya. Kesal, dengan keluhan saudara saya yang lain tentang hidupnya. Kesal, karena tidak tahu harus menyatakan kekesalan kepada siapa. Kesal, karena saya peduli dan sekarang, saya merasa dimanfaatkan. Maaf, saya kesal.

Tapi, malam ini saya juga sadar. Semua hanya oleh anugerah Tuhan. Ssya bisa peduli dan menolong juga karena anugerah Tuhan. Saya diberiksn rejeki dan ketabahan menjalani hari juga anugerah Dia. Masa depan selalu tidak pasti dan 'menakutkan'. Saya percaya ada sepasang jejak kaki di sepanjang pasir kehidupan saya yang mengikuti sepadang kaki saya. Sepasang kaki itu milik Bapa saya, Dia peduli dan tidak lupa saya ini berasal dari debu. Maaf, saya tadi kesal.

Malam ini, saya harus berterima kasih karena bisa berbagi lagi di Catatan Kecil. Sudah terlalu lama saya membiarkan diri overthinking, membuang-buang waktu dengan menjalani hidup seperti robot. I will embrace every moments in life, good or bad, and know He is there for me.

Bapa kami yang di surga, dimuliakanlah nama-Mu. Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di surga. Berikanlah kami pada hari jni makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan. Tetapi bebaskanlah kami dari pada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan, dan kuasa, dan kemuliaan, sampai selama-lamanya. Amin.

Tuesday, April 20, 2021

Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin

Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita  

Lukas 16:25


Orang Kaya itu melihat Lazarus setiap hari di depan rumahnya. Dia tidak pernah kekurangan sesuatu apapun yang baik di dunia, sepertinya "everyday is holiday" itu benar-benar berlaku dalam hidup si Kaya. Penampilan Lazarus yang penuh borok dan didatangi anjing yang menjilati boroknya, serta selalu kelaparan hingga mengambil remah-remah makanan dari meja si Kaya tidak menggerakkan sedikitpun belas kasihan. Sungguh terlalu. 

Dan keduanya pun mati. 

Si Kaya masuk ke neraka dan Lazarus disambut oleh malaikat, dibawa ke surga, dan didudukkan di pangkuan Bapa Abraham. 

Di sini plot twist-nya berlangsung. Di dunia, Lazaruslah yang melihat ke meja Orang Kaya dan berharap belas kasihan namun tidak mendapatkan. Di akhirat, Orang Kaya melalukan hal yang sama dilakukan oleh Lazarus ketika di dunia, yaitu memandang ke atas dan memohon belas kasihan. 

Thursday, April 8, 2021

An Angel Without Wings

During the period of Work from Home, I had a lot of time to reflect. Apparently, having a family is not only a blessing, but also requires additional work to support each other, especially when there are family members who got economically collapsed due to Covid-19 pandemic. Having no money in pandemic era is like a disaster. All activities must be stopped for the sake of 'staying at home', for cutting off the spread of the Covid-19 virus. A part of me is grateful that my company still pays me without any cut off. But the rest of me is still wondering, worried to be precise, when will this end? I can't start my own business, like others. I am the type of employee who receives a monthly salary. 

My mind goes back to the past, sometime in 2000. A time when I didn't get permanent job, yet. I have graduated from a good university with an excellent academic record. At that time, I thought it would not be difficult for me to get a job. As it turned out, I had to wait for that opportunity for a year and a half. I didn’t want to ask my mom to finance me. I didn’t have a heart to do it. My mom has been widowed for more than three years. She was a good manager of our house, especially in managing money for our life. She didn’t earn much, but we didn’t lack of anything. Even though she worked independently, and no relatives came to help her, she had faith that God would provide all of our need. That’s why I had the urgency to finish school as soon as possible so I could help her financially. I was sad that it wasn’t like what I had planned. 

Wednesday, October 14, 2020

Pencapaian

Beberapa kali, pesaing saya datang ke ruang kerja saya dan menceritakan dirinya sudah mendapatkan sekian pengikut dan hasil. Sebenernya, kalau tidak berulang-ulang diutarakan olehnya, hati dan mulut saya bisa sinkron untuk menyatakan pujian yang tulus atas pencapaiannya. Hanya saja, ia menceritakannya berulang-ulang, ditambah pertanyaan belagu yang menanyakan balik bagaimana pencapaian saya sendiri. Saya dengan jujur mengatakan jumlah, dan tatapan mata mengolok membuat saya jengah. Mau diusir, gak sopan, tapi hati saya sudah tidak nyaman. Saya mengikuti ceritanya itu sambil merasa dongkol dalam hati. Pencapaiannya menjadi olok-olok bagi saya.

Ada lagi kisah lain. Kabar saya yang sudah memiliki itu (suatu barang yang dianggap pencapaian seseorang) ternyata jadi bahan kepo salah satu saudara saya. Setelah sekian lama tidak saling berkabar, baik lewat gadget maupun langsung, itu saya lebih menarik perhatiannya. Saya cukup kaget mendengar kabar ini, tidak menyangka bahwa itu membuat saya 'menarik' untuk jadi bahan perbincangan. 

Saya juga suka mencapai sesuatu. Bukan untuk dibanggakan, tetapi untuk merasa lebih berguna, lebih produktif, dibandingkan orang lain. Saya mengukur diri dari pencapaian, dan wajar saja yang lain juga demikian. It's very humane. Yang tidak manusiawi adalah ketika membanding-bandingkan tiap-tiap orang. Apakah dengan saya memiliki itu, sedangkan teman saya yang lain masih berjuang untuk mendapatkan pekerjaan tetap membuat saya lebih di atas?

Pencapaian selalu menuntut tanggung jawab tambahan, mau tidak kita menerimanya satu 'paket'? Ketika berhasil mendapatkan itu, bersediakah saya memberikan waktu dan uang untuk perawatan/perbaikan/pelestarian/peningkatan? Peter Parker "Spiderman" punya kata-kata yang menarik,"With great power comes great responsibility", hal yang sama juga berlaku untuk pencapaian. Kalau saya dan kamu sudah dapat itu-itu yang bermacam-macam, tanggung jawabnya dalam bentuk apa?

At the end of the day, we know that achievement doesn't shape a human. 


Sunday, August 9, 2020

Sedih yang Anggun

Sudah 3 bulan kami menjalankan pekerjaan kantor dalam kondisi normal baru. Hari ini, Bapak itu datang lagi. Sudah dua kali sebenarnya. Sebenarnya ruangan si Bapak bukan di sini, tetapi beliau mengatakan mendapat 'feel' bekerja di ruang perpustakaan, yang berarti ruang saya. Saya sih senang aja ada teman, biarpun saya tidak merasa kesepian juga bekerja sendirian. Maklum saya INFJ, introvert yang suka juga berteman, meskipun tidak suka keramaian. 

Pagi ini, bisa dibilang jarang dilakukan, Bapak itu menyapa, agak serius pertanyaan yang dilontarkan. "How are you?" yah saya bilang aja donk, "Fine", tapi kemudian dia lanjutkan pertanyaan/pernyataan, "You look tired. Why?" Saya langsung mikir, pasti karena belum berias wajah. Saya jawab, "Yah, mungkin karena perjalanan jauh dari Jakarta." Dia bilang, "Oh, karena weekend ya." Saya jawab, "Iya." Terus beliau gak beranjak juga. Saya pikir, musti lontarin pertanyaan balik nih.

Wednesday, July 15, 2020

Rusa Merindukan Sungai

Tadi pagi, saat devosi bersama, saya mendengarkan penjelasan mengenai rusa yang merindukan sungai. Sebelumnya, saya hanya mengerti bahwa rusa yang merindukan sungai menggambarkan kerinduan akan Tuhan, kehausan yang harus, kudu saat itu juga dipenuhi. Namun ada penjelasan lain yang tak kalah menarik. Jadi, menurut penjelasan rekan kerja saya, rusa dapat menahan diri tidak minum hingga beberapa hari. Ketika kehausan, ia harus segera menemukan air. Sayangnya, tidak semua sumber air dapat diminum dengan tenang. Rusa memiliki bau yang khas dan kuat, yang menjadi 'penanda' bagi para predatornya untuk mendeteksi keberadaannya. Jika ingin minum air dengan tenang, si rusa harus ke sungai. Tidak hanya menunduk untuk minum, si rusa bisa berendam hingga berjam-jam di air itu. Dengan cara demikian, bau khas dan kuat dari rusa akan hilang. Air dari sungai (sumber yang tepat) tidak hanya memberikan kelegaan dari rasa haus, tetapi juga keselamatan. Saya kagum dengan gambaran ini. Menginginkan Tuhan sama seperti rusa merindukan sungai. Ketika mendapatkan Sumber yang tepat, Tuhan yang sejati, tidak saja rasa haus (a.k.a perasaan gelisah, takut, dan sebagainya) lenyap, tetapi juga di dalam Dia, ada pembasuhan dosa. Bau khas dan kuat dari dosa terhapus, dengan cara 'berendam' di dalam kasih-Nya. Ini mirip dengan sakramen baptisan, masuk ke dalam air, mati bersama Kristus, muncul dari air, dibangkitkan bersama Kristus. Ya, Sumber yang tepat itu adalah Kristus. Hanya Dia saja.  

Tuesday, June 23, 2020

Balada Bunga Cantik

Lihat di sana...
Bunga cantik tumbuh menjulang
Siapa tidak melihat dia?
Sekali lirik pun, kecantikannya tetap memikat

Angin menggoyangkan tangkai bunga itu
Bukannya patah
Bunga cantik menebarkan keharuman
Siapa tidak suka padanya?

Seorang manusia ingin memiliki bunga cantik
Dengan kuat, dijepitnya tangkai bunga itu
Dipatahkannya, dipisahkannya dari bunga lainnya
Untuk dibawa pulang, untuk disia-siakan

Manusia dan bunga cantik
Bunga itu masih di sana, di atas meja
Sesekali manusia itu masih meliriknya
Sesekali manusia itu masih menyentuhnya

Bertahun-tahun telah berlalu
Bunga itu masih di sana, manusia itu mencari bunga lain
Tangkainya mengering, kelopaknya gugur satu per satu
Dia masih bunga yang sama, meskipun kecantikannya telah usai

Aku memandang dari jauh, mendekat
Berkabung atas nasibnya
Kupikir dia sudah mati, aku salah
Aku mengendap-endap masuk ke rumah manusia itu

Kan kubawa kamu kembali, hai bunga cantik yang malang
Kembali ke padang rumput hijau dan air yang tenang
Kamu harus hidup, semoga Tuhan berkenan
Semoga Dia mengembalikan hidupmu







Tuesday, June 16, 2020

Rasis

Black Lives Matter!
White Superior!

Saya sih merasa miris ya membaca slogan atau mendengar teriakan bermuatan rasisme di TV yang menayangkan berita hangat terkini di Amerika Serikat. Setelah sekian lama merdeka, negara itu masih saja dihantui isu pelik masa lalu, perbedaan ras kulit hitam dan kulit putih. Karena isu ini mencuat kembali, Amerika Serikat seperti kembali ke masa sebelum Martin Luther King menyampaikan pidato "I have a dream". Peristiwa ini sejalan dengan negara-negara yang semakin menutup diri, tidak lagi saling bergantung, seperti tren globalisasi atau interdependensi beberapa tahun sebelumnya. 

Eh, ternyata rasis itu ada dimana-mana, termasuk di tempat kerja. Berbicara dalam bahasa daerah sementara orang lain yang berbeda suku ada di situ, bagi saya, cukup menyebalkan! Atau, berkumpul hanya dengan orang dari suku yang sama secara tidak langsung memberikan pernyataan, "Kamu orang luar!" Nah, yang paling sering dan dianggap lumrah adalah menyatakan salam dalam bahasa asing, padahal bahasa Indonesia sudah memiliki kalimat salam yang cukup baik, seperti "Selamat pagi/siang/sore!" atau kalau mau lebih akrab "Hai, apa kabar hari ini?"

Sunday, June 14, 2020

Kenapa Musti Menikah?

Kenapa Musti Menikah?

Akhir-akhir ini, gue sering menanyakan pertanyaan itu. Pendapat masyarakat pada umumnya, orang menikah dianggap lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan orang yang belum menikah. Mungkin, orang yang belum menikah dianggap tidak siap menerima komitmen dunia orang dewasa. Hanya saja, yang gue lihat di sekitar gue, orang menikah cenderung egois, hanya memikirkan keluarganya sendiri. Terkadang mereka juga nyebelin, merasa 'bertanggung jawab' dengan jodoh teman-temannya yang masih sendiri, berlomba-lomba jadi mak comblang, atau yang lebih buruk lagi, jadi perundung. Gimana gak dibilang perundung kalo tiap ketemu, atau tiap ada kesempatan, pasti diingatkan lagi tentang 'jodoh' atau memberi label 'dingin', 'kaku', 'sombong', 'pilah-pilih'. Oh ya, pernah juga nih temen gue buka rahasia. Dia pernah ngomongin gue ama beberapa temen cowok dan mereka heran kenapa gue belum menikah, padahal gue cantik.  (sengaja dicoret, biar gue gak terbang haha). Gue jawab aja, "Ah, lu jangan ngomong gitu donk. Gue jadi merasa bersalah." Jujur, gue emang merasa seperti melakukan kesalahan. 

Kalau gue sendiri sih, gue memutuskan untuk menikah. Bukan karena tekanan sana sini, itu pilihan gue. Gue juga punya kriteria yang gue bawa kepada Tuhan, bukan ke temen-temen atau saudara-saudara untuk dicarikan calon. Yah, gimana ya, biarpun umur gue segini, gue tetap gak bisa terima pandangan "kalau umur 20 tahun, masih bilang siapa gue. Kalau umur 30 tahun, siapa dia. Kalau 40 tahun, siapa saja". Duh, gak deh, gak siapa saja. Gue meresikokan hidup gue, masa depan gue. Gue tahu ini tidak mudah. Gue juga belajar sabar menghadapi orang-orang yang menghakimi gue dan kriteria gue. Ini gak semudah metik cabe, tetapi juga kalau sudah waktunya, bisa lebih mudah dari metik cabe. Lancar jaya semua urusan. Gue juga sadar betul dengan 'jam biologis'. Gue juga kepingin punya anak. Gue kepingin, meskipun gue gak grasak grusuk kebelet nikah. Pernah nih gue sok-sokan meratapi keadaan gue yang masih sendiri, sok melow gitu. Cuma gak bisa lama, emang gak sedih juga sih. Gue senang dengan hidup gue dan merasa tidak ada yang kurang. Kristus, sampai saat ini (dan gue yakin seterusnya), membuat gue merasa tidak berkekurangan. Jadi, kalau gue pengen menikah, yah karena gue pengen menikah.

Wednesday, June 10, 2020

Salam Alay (surel ketemu tanggal 7 Oktober 2010 antara gue dan sang 'tak dikenal')

SALAM ALAY ! J
= Alluw kag! Leh knal? Ap kBrx?

B = Wa'alaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh...Dengan hormat,
sampainya pesan ini, saya akan memberitahukan bahwa kabar saya
baik-baik saja.... Maaf beribu-ribu maaf, Ini gerangan nomer siapa ya?
Kok acap kali sms nomernya ga ke save ya? (bales sepanjang mungkin)

A = Owh ea muuph lupa ng@s1h s4L4m,,,, Ini EnDoet LuThuwna EmbeM
C@ianK Cmu@na. Inged gag kag? Eh, kug blzna pjg bgd ch? Gi ng4ps?

Rasa itu...

Hari baru... Tantangan baru... Berkat baru... Itu yang kutulis di buku harianku. Benarkah? Mengetahui beberapa hal sudah menjadi masa lalu. ...