Thursday, March 20, 2014

Little things DO matter

Saat menuliskan postingan yang satu ini, saya sedang mengawasi sebuah program kebersamaan orang tua dan anak di sekolah saya. Saya curi-curi kesempatan untuk 'mengabadikan' momen yang belum tentu setiap tahun saya dapatkan. Pekerjaan mengawas ini sebetulnya di luar dari job description sebagai seorang pustakawan, tetapi karena terpaksa, saya menggantikan guru-guru yang berhalangan hadir.

Terus terang lagi, sebagai manusia normal yang ingin diperlakukan baik oleh manusia lain, saya merasa kesal dengan beberapa murid yang kurang tahu bersikap di tempat saya bekerja. Saat saya melihat orangtua dan murid-murid 'istimewa' ini, saya mendapatkan cara pandang yang baru. Di hadapan para orangtua, terlihat jelas, murid-murid ini hanyalah anak-anak yang senang menyandarkan tubuh mereka pada papa dan mama mereka. Mereka sungguh-sungguh hanyalah anak-anak. Saya senang sekali melihat pemandangan ini. 


Ah, kenapa kopi di cangkir saya cepat sekali habis? Saya harus mencari cara agar setidaknya kopi itu dapat bertahan hingga 2 jam. Ada ide?

Permainan acak kata ini efektif sekali membuat ruangan ini jadi sepi. Bukan sepi seperti orang sedang tidur, melainkan sepi karena berpikir, putus asa (hehe) sehingga terdengar suara menggumam, tawa kecil (jika berhasil) dan instruksi-instruksi kecil baik dari orangtua maupun anak yang saling mengajarkan bagaimana cara mendapatkan 20 kata itu dengan cepat. 

Lucunya, biarpun permainan ini mudah, tetapi ternyata tidak gampang. Saya melihat tipe-tipe orangtua-anak di sini. Pertama, mereka yang tekun sekali mencari 20 kata itu biarpun menghabiskan waktu banyak di ruangan ini. Perkiraan saya, orangtua jenis ini mengajarkan anak untuk tidak cepat putus asa karena jawabannya PASTI ada. Ya, ada beberapa orangtua yang bertanya kepastian jawaban ini. 

Kedua, mereka yang menyerah. Mereka menyerah karena waktu yang mereka miliki tidak banyak. Orangtua jenis ini berjuang untuk menjaga keseimbangan antara menjadi orangtua dan rekan sekerja bagi anak mereka. Panitia sudah menyediakan kunci jawaban tanpa sepengetahuan mereka. Hanya jika mereka menyerah, kunci jawaban itu akan diberikan. Orangtua biasanya akan segera melihat kunci jawaban itu, dan melihat bagian mana yang terlewat.

Lucu sekali melihat raut muka orangtua-anak ini. Saya perhatikan, orangtua akan berkata,"Oh, di situ ya. Bener...bener...tadi gak kelihatan.

Ketiga, mereka yang tidak mau berusaha. Bukan berarti mereka tidak mengerjakan permainan ini, mereka hanya mengerjakan 'seadanya'. Malas berpikir keras hanya untuk sebuah 'permainan'. Padahal, kalau mau sungguh-sungguh dikerjakan, permainan ini akan seru sekali. Jarang-jarang kan, orangtua-anak bisa menghabiskan waktu bersama untuk bermain. Si anak mungkin memilih bermain dengan teman-temannya sedangkan orangtua merasa terlalu sibuk dan berpendapat si anak sudah 'besar', tidak perlu diajak bermain.

Keempat, mereka yang mengerjakan permainan ini sendiri-sendiri. Kadang si anak, kadang si orangtua. Ini juga merusak keseruan dari permainan. Tujuan dari memainkan permainan ini bukan sekadar berhasil menemukan kata, tetapi kebersamaan. Sama-sama mangkel saat satu kata tidak ditemukan, sama-sama bangga saat berhasil menemukan banyak kata. Persamaan rasa ini penting untuk menumbuhkan rasa memiliki dalam sebuah tim. Tim yang bernama KELUARGA.

Kelima, mereka yang terlalu sungguh-sungguh mengerjakan permainan ini. Biasanya kecenderungan ini terlihat saat salah satu, baik orangtua maupun anak, saling menyalahkan karena tidak dapat menemukan seluruh kata. C'mon guys, it's just a game. Saling menyalahkan justru membuat keduanya jadi punya kenangan yang tidak enak sehubungan dengan waktu kebersamaan. Nikmati saja, hasil akan mengikuti. 

Saat ramai pengunjung dan semuanya seperti tenggelam dalam permainan, tiba-tiba, terdengar suara benda jatuh yang keras. Saya menjatuhkan rak alat tulis guru. Bagus sekali, bukan? :P Ini murni kesalahan saya karena sebelum kejadian, saya melihat posisi rak itu sudah beresiko. Seharusnya saya perbaiki posisinya, tetapi tidak saya lakukan karena 'yakin' tidak akan jatuh. Saya tidak mengambil tindakan pencegahan selagi saya punya waktu.

Seorang ibu, satu orang saja, seorang orangtua, langsung membantu saya memunguti barang-barang yang jatuh. Saya tidak mengharapkan bantuan ini karena itu kesalahan saya dan saya maklum mereka sedang sibuk dengan permainan itu. Ibu ini berbeda, dia bersikeras membantu saya. Gak apa-apa Ms, sudah tinggal dua kata lagi kok yang perlu dicari. Kalau yang mungutin dua orang, bisa lebih bersih pekerjaannya. Ini loh, Ms, kalau kena kaki orang (sambil menunjukkan push pin yang sudah dikumpulkan) bisa bahaya loh! Begitu si Ibu berusaha meyakinkan saya. Pertolongannya bukan pertolongan basa basi.

...Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu. 
1 Timotius 4:12b

Sebuah tindakan yang tidak perlu tetapi sangat baik untuk diteladani. 

Biarpun sibuk, si ibu selalu menyediakan waktu untuk orang lain. Si anak akan belajar hal yang sama. Saya belajar hal yang sama. Semakin banyak orang pintar belakangan ini yang tidak peduli dengan orang lain. Asal saya baik-baik saja, persetan urusan orang lain. Saya terkesan, betul-betul terkesan. Dengan kelimpahan harta yang dimiliki si ibu, dia tetap punya hati yang tulus membantu. 

Anak itu bernama Maria Teresa Sekar A. Kinasih. Berarti si ibu dipanggil Ibu Maria (hehe, maksa!)






No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...