Friday, April 3, 2015

Sakramen Pembasuhan Kaki

Gereja, pada umumnya, mengenal dan melakukan 2 sakramen penting, yaitu sakramen baptisan dan sakramen perjamuan kudus. Pada 3 April 2015, dan di tahun-tahun sebelumnya, saat jalanan di luar ruko macet berat sehabis hujan lebat yang turun cukup lama, saya dan beberapa anggota gereja berkumpul. Kami bergulat melawan kemacetan dan udara malam yang dingin untuk mengikuti sakramen ketiga, yaitu sakramen pembasuhan kaki. Foot-washing service, demikian kami menyebutnya. Biasanya, kami melakukannya sehari sebelum Paskah, memperingati wafatnya Kristus.

Setelah bernyanyi bersama, Pak Pendeta membacakan satu pasal yang menceritakan tentang Yesus Kristus yang membasuh kaki para murid-Nya. Lalu, tidak seperti biasanya, Pak Pendeta tidak memberikan penjelasan apapun, melainkan meminta komentar kami tentang pasal yang kami baca. Seorang teman memberikan komentarnya bahwa Tuhan Yesus saja mau melayani dengan mencuci kaki, suatu pekerjaan yang kotor. Saya berkomentar tentang 'kesalahpahaman' saya mengira bahwa para pemimpinlah yang seharusnya mencuci kaki orang yang dipimpin. Di ayat 10 dikatakan bahwa seorang hamba tidak lebih dari tuannya. Sehingga, saya berbalik pengertian, tugas mencuci kaki dilakukan oleh para hamba (pengikut Kristus yang masih ada di dalam dunia ini). Sedangkan, teman yang lainnya mempertanyakan permintaan Petrus agar Yesus Kristus membasuh juga tubuhnya dan dijawab dengan penolakan oleh Tuhan Yesus karena tidak perlu.


Mengenai pertanyaan yang di atas, ini juga menjadi pertanyaan saya. Dan, Pak Pendeta menjelaskan jawaban Yesus sebagai penjelasan makna melakukan sakramen pembasuhan kaki ini. Tuhan Yesus mengatakan bahwa para murid-Nya sesungguhnya orang-orang kudus, yang sudah bersih. Tetapi, di dalam perjalanan iman, seringkali 'debu-debu menempel di kaki mereka'. Debu-debu yang dimaksudkan adalah kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan secara tidak sengaja terhadap satu sama lain. Itulah debu yang perlu dibersihkan agar keseluruhan bersih. 

Demikianlah, di dalam kehidupan bergereja, berjemaat, sebagai sesama anggota Tubuh Kristus, sebagai sesama murid Kristus, seringkali ada benturan-benturan yang terjadi. Seringkali, kita menjadi hambar dalam bersaudara, menyimpan kesalahan, malas mendoakan satu sama lain, tidak ingin dibantu ataupun membantu dalam memperjuangkan iman di dunia ini. Itulah debu-debu yang dimaksudkan.

Sakramen pembasuhan kaki menjadi simbol, tidak hanya bahwa kita sebagai murid mengikuti teladan sang Guru, tetapi juga berkomitmen untuk membantu berjuang dalam iman, hingga kita semua bertemu dengan Kristus, sang Guru. Komitmen itu termasuk membuka rahasia yang tersimpan rapi di dalam diri kita agar mempersilakan saudara kita yang lain melihat ketidaksempurnaan kita dan menolong di dalam doa. Mempersilakan saudara kita untuk melayani kita, sebagaimana kita pun melakukan hal yang sama terhadap mereka.

Kita melayani Kristus, tetapi itu hanya bisa dilakukan, karena Kristus telah terlebih dahulu melayani kita. Kita mampu membasuh kaki para saudara kita karena Kristus terlebih dahulu telah membasuh kaki kita. Kaki-kaki yang kotor dan bau harus mau kita serahkan, mungkin dengan sedikit rasa segan. Kaki saya yang kotor karena cipratan air tanah dan bau keringat yang diperburuk dengan sepatu yang tertutup membuat saya tidak enak menyerahkannya pada Ibu Pendeta. Tanpa segan, Ibu Pendeta mengambil kaki saya, mencelupkan keduanya ke dalam baskom air dan mulai berdoa untuk saya.  

Setelah seluruh jemaat dibasuh kakinya, para jemaat membasuh kaki satu sama lain. Saya berencana membasuh kaki seorang rekan guru sekolah minggu saya yang paling pendiam, tidak pernah menceritakan kehidupannya, tetapi yang sangat suka membantu. Entah kebetulan atau tidak, justru dialah jemaat yang pertama kali membasuh kaki saya. Ah, saya kalah cepat nih. Saya memberikan kaki saya dan setelah itu, saya gantian membasuh kakinya. Saya berjanji untuk tetap membina komunikasi dengannya biarpun dia hemat berkata-kata. 

Selain itu, para suami juga membasuh kaki para isteri dan sebaliknya. Orang tua membasuh kaki anak-anak mereka, demikian juga anak-anak kepada orang tua mereka. Kali ini, saya merasa sesuatu yang lebih dari sekadar melakukan sebuah sakramen. Saya merasa memiliki keluarga yang saling mengasihi, tidak sempurna tetapi berusaha meneladani Kristus. Saya merasa inilah kerinduan Kristus, supaya mereka (para murid-Nya) semua menjadi satu sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. (Yohanes 17:21). 

Bagi saya, Paskah berarti menjadi satu dengan Kristus, yang mati dan bangkit dari kematian. Mati bagi diri dan bangkit bersama Kristus. Paskah adalah Kristus yang mengasihi hingga rela mengorbankan diri-Nya. Simbol mengorbankan diri, melayani orang lain digambarkan lewat sakramen pembasuhan kaki. 

Selamat Paskah!

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...