Monday, September 14, 2015

Artificial Intelligence (AI)

Liburan lebaran yang lalu, teman-teman kantor berencana mengisi liburan bersama, salah satunya dengan nonton bersama. Sebenarnya, hanya nonton bersama itulah akhirnya terwujud. Saya dan dua teman lagi (laki-laki dan perempuan) memilih menonton Terminator Genysis. Setelah film selesai dan kami berjalan-jalan di mal, saya dan teman laki-laki tadi terlibat percakapan cukup mengesankan, buat saya. Dia bilang ide cerita film tadi ada di dunia nyata dalam bentuk artificial intelligence. Dia menjelaskan panjang lebar dan menurut saya lebay jika artificial intelligence itu harus dianggap sebagai ancaman serius untuk kehidupan manusia. Teman saya ini guru matematika yang suka buku, jadi saya pikir, dia hanya ikut-ikutan kata orang yang suka menulis buku-buku fiksi. 

Saya baru benar-benar ngeh perkataan dia waktu saya membaca tentang ini di koran Tempo, 31 Juli 2015. Artikel itu dimulai dengan Prof. Stephen Hawking dan CEO Tesla Motors yang memimpin lebih dari seribu ilmuwan dan peneliti robot terkemuka meneken surat peringatan terbuka ihwal bahaya perlombaan senjata militer berbasis Artificial Intelligence AI alias robot perang. Mereka ini orang-orang pintar di bidangnya dan mereka 'tahu' masa depan dunia jika robot perang ini diproduksi masal. Bahayanya lebih besar dari bom atom yang diciptakan Einstein.


Robot perang ini bekerja mengikuti formula atau rumus yang telah dirancang oleh seseorang untuk kepentingan tertentu. Prototipe yang sudah ada yaitu drone alias pesawat tanpa awak dan rudal pendekteksi panas tubuh. Mereka tidak akan berhenti hingga mendapatkan hasil akhir yang sudah dirancang sebelumnya. Jadi, bisa dibayangkan robot-robot ini memang sangat efektif untuk dipakai dalam urusan membunuh, menghancurkan. Bahkan kata Elon Musk, AI bisa dipakai untuk memanggil setan.

Dengan berkembangnya AI, manusia akan tersingkir. Teknologi sederhana saja sudah bisa membuat manusia terhilang dari dirinya, komunitasnya, maupun Tuhannya. Kita bisa saksikan bersama di depan mata kita bagaimana teknologi gagal meningkatkan mutu hidup manusia. Ada yang berseloroh mengatakan, teknologi semakin pintar, manusia semakin bodoh.

Robot perang ini mengingatkan saya pada keinginan dosa asal manusia, yaitu kebebasan, independensi. Semula, mereka berpikir jika dapat menciptakan sesuatu yang dapat berpikir sendiri, kebutuhan mereka akan terlayani dengan cepat. Mereka memiliki lebih banyak waktu untuk memikirkan hal lainnya yang lebih penting (atau lebih menyenangkan, lebih tepatnya). Tidak perlu berpikir rumit, tidak perlu interaksi dengan manusia lainnya, tidak perlu hikmat. Dan, tidak perlu Tuhan.


Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah.
Roma 3:11

Karena pemberontakan manusia, Tuhan menyerahkan mereka pada keinginan hatinya. Keinginan hati manusia yang sudah rusak menuntut lebih banyak lagi kebebasan. Dan, inilah yang menjadi penghancur keberadaan umat manusia di bumi ini. Manusia hanya dapat mengalami kebebasan sepenuhnya di dalam Tuhan karena hanya Dia tahu ciptaan-Nya. 

No comments:

Post a Comment

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...