Thursday, August 29, 2013

Tak Pernah Padam : bagian 3

Mama Cindy memang paling tahu bagaimana memaksakan kehendak pada anak-anaknya. Senakal apapun mereka, mama seperti punya cara untuk membuat mereka menyesal dan akhirnya mengikuti kehendaknya. Dan setiap kali pada akhirnya mereka menurut, mama akan memeluk dan menciumi mereka. Dan jurus maut mama ini seperti masih manjur pada Cindy. Mungkin itu yang membuat Cindy meninggalkan altar lima tahun yang lalu tanpa memberikan penjelasan apapun. Akhirnya, Cindy dan mamanya hadir juga di acara makan malam terakhir Rio di Jakarta, setidaknya untuk beberapa tahun lamanya. 


Akibat bertengkar hebat dengan mamanya, Cindy merasa wajahnya jelek sekali. Ia memilih gaun merah untuk menceriakan hatinya dan seringkali manjur untuk membuat wajahnya bersinar. Makan malam itu diadakan di sebuah restoran di daerah Jakarta Selatan. Di dalam mobil, Cindy benar-benar merasa kesal sehingga tidak ingin berbincang-bincang walaupun mamanya sudah memancing dengan topik menarik. 

Setibanya di restoran itu, Cindy dan mamanya masuk ke dalam diantar oleh pelayan restoran. Pendeta gembala, Rio, Bianca dan beberapa pendeta berkewarganegaraan asing sudah duduk berbincang di sebuah meja di bagian luar yang menghadap pemandangan alam. Saat pendeta gembala melihat Cindy dan mamanya, ia segera bangkit dan menyambut mereka. Cindy tidak bisa menangkap ekspresi wajah Rio saat itu karena ia memang tidak melihat ke arah Rio. Dengan malas-malasan, Cindy mengambil tempat duduk di lingkaran meja itu. Persis berhadapan dengan Rio. Dan Rio melanjutkan cerita pengalaman di ladang misi, disambut oleh rekan-rekannya yang lain. 

Saat sajian tiba, mereka segera makan dengan lahap. Maklum, karena tubuh mereka tinggi, besar, satu porsi di restoran Indonesia tidak cukup bagi mereka. Cindy menyantap makanan dengan setengah hati. Cindy tidak mengerti cerita yang mereka lontarkan. Bukan soal bahasa, tetapi lebih kepada alasan mereka melakukan kegilaan itu. Rasanya ingin sekali Cindy kabur dari tempat itu. Tempatku bukan di sini, tempatku bukan di sini. Perasaan yang sama seperti lima tahun yang lalu. Saat dialihkan pandangannya dari piring, Cindy melihat kilatan kagum dari mata Bianca kepada Rio. Tatapan orang yang sedang jatuh cinta. Cindy tidak sanggup lagi melanjutkan makan malamnya. Ia berdiri, meminta diri untuk pergi ke toilet.

Bukannya ke toilet, Cindy justru menapaki jalan ke atas menuju lantai dua restoran itu. Indah sekali pemandangan di sini, lain waktu, akan kuajak Anabel dan teman-teman lain ke sini. Pasti mereka senang. Cindy termenung menatap pemandangan lampu-lampu di dalam kegelapan malam. Dingin malam tidak dirasakannya. Cindy tidak peduli kalau mamanya akan mencari-cari. Kalau sudah selesai, mama pasti telepon gue. Cindy juga tidak peduli kalau Pendeta gembala dan yang lainnya menganggap dirinya tidak tahu sopan santun. Cindy tidak tahan berpura-pura senang malam itu.

Hi, Stranger, how are you doing? Tiba-tiba sebuah suara menyadarkan Cindy dari lamunannya. Rio. Sekali lagi, Cindy ingin kabur dari situ, namun seperti ada yang menahannya. Tangis Cindy pecah. Rio, maafkan saya, maaf, maaf...Cindy kehabisan kata-kata. Penyesalan yang selama ini dipendam seperti menghantam keluar. Hush, hey, it's OK, girl! Rio mendekati Cindy, memeluk dia. Cindy tambah merasa tidak pantas menerima kebaikan Rio. Cindy dituntun untuk duduk di kursi empuk yang ada di sekitar tempat itu. Cindy berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Cindy menyeka asal-asalan wajahnya yang basah oleh airmata. Dia tahu make up -nya pasti sudah tidak keruan. Untuk beberapa saat, keduanya terdiam. Hanya suara orang-orang tertawa di lantai bawah yang terdengar. I'm glad to see you with that girl, Bianca. She's adorable. I know you will have a happy life with her. Cindy mengatakan itu untuk memecah kesunyian yang terasa janggal. Dahi Rio berlipat-lipat. Maksudmu apa? Pertanyaan dalam bahasa Indonesia yang dilontarkan Rio masih terdengar ganjil di telinga Cindy. Kentara sekali, Rio jarang menggunakan bahasa itu. Cindy tersenyum tulus.

Bianca. You both are couple, right? You are much smarter now, choosing a perfect partner. Bianca and Rio. So perfect. You thank God for me running away on that day, right? Cindy berusaha memecah kecanggungan dengan lelucon yang lucu. Rio tidak tertawa, sebaliknya, tersinggung. It's not funny, Cindy! Buru-buru Cindy meminta maaf. You really don't care with me! Sekali lagi, Cindy meminta maaf. Rio beranjak dari tempat itu. Cindy hanya dapat memaki dirinya sendiri. Puas kan lu sekarang, Cin?

Baru beberapa langkah, Rio berbalik. Oh ya, and give my best regard to your beloved French man, you are PERFECT for him. Sengaja Rio menekankan kata itu. How did you know him? Cindy balik bertanya. Suara Rio melembut, seperti orang kelelahan. Never mind. Well, sorry to be so rude to you, Cindy, I'm tired. I have to leave tomorrow. I don't want any fight anymore. For your information, Bianca and I are friends, no more. Hati Cindy melonjak girang.

Rio, wait, please stop there! Rio menghentikan langkahnya. Rio, from the bottom of my heart, I really am sorry. You see, I'm not good with words. I'm even not good with love. Let me explain the things I should have explained 5 years ago. You were too perfect to me. I felt that I wouldn't be a good spouse to you. I know how you are on fire in God and I don't think I love doing what you do now. So, at that crucial time, I made a decision that our relationship was a mistake and I must make it right by not saying that vow at that day! I know I might sound crazy. Maybe I am but really, I don't have a heart to hurt you, Rio. You are the best person I ever know in life. Look at you now! I'm proud of you, Rio.

Rio hanya mendengarkan. Are you done? Do you want to hear my thinking about you? Cindy mengangguk. I think you are a perfect one for me. You don't pretend. You never want to. And I know that you don't have a heart to hurt back when others hurt you. You have a kind heart. Rio mendekat. Tanpa menunggu jawaban, Rio melanjutkan kata-katanya. And you know what? Being a missionary's wife, you can cut your hair like this. I like you. I love you. I hope it's enough for us. Rio menarik tangan Cindy. I'm leaving tomorrow, but I'll be back within' two months. Prepare yourself, my Bride! This time, it's for real. Rio menepuk dahi Cindy, lembut. If anything comes to your mind, something like running away, just let me know. I'll find you. Mereka tertawa bersama.










2 comments:

  1. cerita yg sangat mnyentuh...
    like this, yo!!!
    3 bahasa dalam satu cerita itu cerdas.
    meski rasa2nya pembaca dah tahu dan berharap bahwa pasti si rio bakal balik ma cindy nih, tp ga nyangka jalannya begitu.jalan ceritanya maksudku..alurnya oke.
    untuk golongan cerpen,penokohan bagus, pas banget pemilihan jumlah tokoh cerita.tokohnya sepertinya banyak,tp karakter utamanya ga ketutup ma tokoh2 lain.
    sippp deh..
    cuma masalah tas itu doang yg rada aneh mnurutku..hehehe..
    KEREN!!!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbak Witty yang keren juga, terima kasih atas saran yang membangun. Saya sudah melakukan perbaikan di bagian pertama. Saya akan lebih berhati-hati lain waktu, terima kasih sekali lagi :)

      Delete

Surat untuk Berondongku

Berondongku yang ganteng dan menarik, Setiap hari saya menyalahkan perasaan ini. Setiap hari pula saya berusaha membenarkan perasaan ini, te...